Ketidaktersediantabungan dalam membiayai pengeluaran pembangunan mengakibatkan terjadinya peningkatan utang luar negeri setiap tahun. Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Di Era Covid-19 Dilansir dari Badan Pusat statistik, pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal I 2020 sebesar 2,97% YoY.
Pengaruhkebudayaan Indiaini sangat mudah diterima di Indonesia karena unsur-unsur budaya India telah ada dalam kebudayaan asli bangsa Indonesia, sehingga hal-hal baru yang mereka bawa mudah diserap Masyarakat Melayu kini lebih terikut dengan budaya keterbukaan yang diketengahkan oleh masyarakat Barat dalam hidup seperti pergaulan bebas serta
Bidangekonomi. Dilansir dari situs resmi Kementerian Luar Negeri, peran ekonomi dalam globalisasi di Indonesia yaitu: Perdagangan. Produksi. Investasi. Berikut penjelasannya: Perdagangan. Indonesia sudah lama menjin hubungan perdagangan dengan negara-negara. Baik secara bilateral maupun melibatkan beberapa negara dalam satu kawasan.
Sebagainegara yang besar, ungkap Marty, sejak awal Indonesia menjadi pendiri dan motor pergerakan ASEAN. "Kini, ASEAN telah memiliki banyak kesepakatan, misalkan, di bidang ekonomi (perdagangan dan investasi), hak asasi manusia dan yang menjadi modal utama Indonesia dan ASEAN tumbuh, dan berkontribusi kepada dunia," kata Marty, dalam diskusi bertema "Does ASEAN Matter" di Ubud Writers and
TujuanBerdirinya ASEAN : a. Mempererat kemajuan ekonomi,sosial,dan budaya di kawasan Asia Tenggara. b. Meningkatkan kerja sama antar bangsa untuk saling membantu satu sama lain. c. Meningkatkan perdamaian dan stabilitas regional. d. Bekerja sama dalam upaya peningkatan pendayagunaan.
1Short Essay - POLUGRI RI "Politik Luar Negeri Indonesia : Memahami Urgensi Kepentingan Nasional Indonesia Dalam Bidang Ekonomi dan Politik" (Indah Novita - Mahasiswa Hubungan Internasional UIN Syarif Hidayatullah Jakarta) Pasca terjadinya Perang Dingin yang terjadi antara dua negara super power USSR (Uni Soviet) dan Amerika Serikat (AS) telah menjadi sebuah titik tolok baru umat
Padamasa itu, politik luar negeri Indonesia banyak ditopang oleh ketokohan para politisi, diplomat, dan ahli hukum. Dengan segala keterbatasan finansial, Indonesia tak gentar menembus batas-batas dunia diplomatik yang kerap kaku dan memperkenalkan konsep non-alignment (nonblok) saat dunia terbelah antara ideologi Barat/kapitalisme dan ideologi
Berikutadalah dasar pelaksanaan serta peranan Indonesia dalam politik luar negeri. Selasa, 5 Oktober 2021 11:26 WIB. Penulis: c. Menjalin kerjasama antarnegara dalam bidang ekonomi, sosial
Berikutbeberapa contoh peranan politik luar negeri Indonesia dalam percaturan internasional: 1. Hubungan Bilateral Indonesia dengan Afrika. Persahabatan Indonesia dengan negara-negara kawasan Afrika selain diikat oleh faktor seharah dan budaya, juga diperkokoh oleh visi politik sebagai sesame Negara berkembang.indonesia akan menempatkan
Berikutpengertian politik luar negeri Indonesia dari model politik hingga peranan negara di dalamnya. Selasa, 18 Januari 2022 16:55 WIB Penulis: Yohanes Liestyo Poerwoto
XzSt6. Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas. Pendahuluan Berbicara tentang kebijakan luar negeri atau kebijakan hubungan internasional merupakan serangkaian sasaran yang menjelaskan tata cara suatu negara berhubungan dengan negara lai. Hubungan tersebut dapat di peroleh dalam bidang-bidang ekonomi, politik, sosial, dan militer serta dalam tingkatan yang lebih rendah juga mengenai bagaimana negara berhubungan dengan organisasi-organisasi atas dijelaskan kebijakan luar negeri merupakan cara suatu negara berhubungan dengan negara lain, seperti Indonesia yang menjalankan kebijakan politik luar negeri dalam bidang ekonomi. Diploma ekonomi di jadikan prioritas pertama dalam pelaksanaan politik luar negeri RI dalam periode 2019-2024. Guna menjalankan diploma ekonomi, kementrian luar negeri telah menyusun beberapa langkah strategis, salah satunya dengan mengkapitalisasi penguatan pasar domestik Indonesia. Indonesia adalah pasar yang besar dengan lebih dari 260 juta jiwa. Ini harus kita jadikan leverage atau daya tawar kita untuk menjalin kerja sama ekonomi yang saling menguntungkan baik di tingkat bilateral, kawasan, maupun dunia. Hubungan luar negeri adalah aktifitas internasional yang dilakukan oleh negara berdaulat untuk mencapai tujuan nasionalnya. Didalam tujuan nasional terdapat kepentingan domestik yang berusaha diangkat keluar untuk diperjuangkan sehingga kepentingan tersebut dapat dicapai. Setiap negara yang berdaulat memiliki politik luar negerinya masing-masing yang tujuannya tidak lain adalah untuk melakukan hubungan antar negara guna mendapatkan kepentingan Politik Luar Negeri Indonesia Masa Pemerintahan Presiden Joko Widodo Jokowikelemahan sendi perekonomian bangsa, lemahnya sendi perekonomian bangsa nampak dari belum terselesaikannya persoalan kemiskinan, kesenjanagan sosial, kesenjangan antarwilayah, kerusakan area hidup akibat eksploitasi sumber daya alam yang berlebihan, serta ketergantungan dalam perihal pangan, tenaga, keuangan, serta teknologi. Negara tidak sanggup menggunakan isi kekayaan alam yang sangat besar, baik yang mewujud tangible ataupun bersifat non- fisik intangible, untuk kesejahteraan rakyatnya. Ketiga, intoleransi serta krisis karakter bangsa, politik penyeragaman sudah menggerogoti karakter Indonesia selaku bangsa yang toleran, memudarkan solidaritas, serta sifat gotong royong. Kegagalan pengelolaan keragaman itu terpaut dengan permasalahan ketidakadilan dalam realokasi serta redistribusi sumber daya nasional yang memperuncing kesenjangan nasional. Atas dasar itu, dengan memikirkan permasalahan pokok bangsa maka, Presiden Jokowi dalam pemerintahannya mengusung visi " Perubahan Indonesia jadi negara yang berdaulat, mandiri, dan berkepribadian bersumber pada gotong royong". Dengan meneguhkan kembali jalur pandangan hidup, sebab pandangan hidup sebagai penuntun; pandangan hidup sebagai penggerak; pandangan hidup sebagai pemersatu perjuangan; serta pandangan hidup sebagai bintang pengarah. Pandangan hidup itu merupakan Pancasila 1 Juni 1945 serta TriSakti RJPMN 2014- 2019. Di mana, penjabaran TriSakti ialah Berdaulat di bidang politik, berdikari di bidang ekonomi, serta berkepribadian dalam ini jadi landasan pokok Presiden Jokowi di dalam merumuskan kebijakan politik luar negerinya. Buat mewujudkan Indonesia selaku negara yang mandiri, dengan menuntaskan ketiga pokok permasalah tersebut, hingga terdapat tantangan tantangan tertentu buat menyelesaikannya. Berikut ini, penjelasan menimpa substansi dari kebijakan politik luar negara Indonesia bersumber pada 3 bidang, ialah Menguatkan kedaulatan Politik, berdikari dalam bidang ekonomi, serta berkepribadian dalam kebudayaan. 1 2 Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Ekonomi Politik Internasional berkembang sangat dinamis seiring dengan semakin banyaknya isu-isu low politics yang mewarnai konstelasi politik global, serta dinamika politik luar negeri Indonesia dari sudut pandang ekonomi politik internasional yang dielaborasi secara historis dan sistematis. Sebagai salah satu konsentrasi dalam Ilmu Hubungan Internasional, Studi ini diharapkan mahasiswa Hubungan Internasional dituntut memiliki kompetensi dan pengetahuan dalam menganalisa isu-isu tersebut, terutama yang berkaitan erat dengan kepentingan nasional Indonesia. Selain itu, mahasiswa juga diharapkan dapat lebih mengenal instrumen-instrumen kebijakan ekonomi luar negeri foreign economic policy yang telah digunakan oleh pemerintah Indonesia dalam menyikapi isu-isu ekonomi politik global. Jakarta, Agustus 2021 Penulis i Discover the world's research25+ million members160+ million publication billion citationsJoin for free INDONESIA DALAM EKONOMI POLITIK INTERNASIONAL KATA PENGANTAR Ekonomi Politik Internasional berkembang sangat dinamis seiring dengan semakin banyaknya isu-isu low politics yang mewarnai konstelasi politik global, serta dinamika politik luar negeri Indonesia dari sudut pandang ekonomi politik internasional yang dielaborasi secara historis dan sistematis. Sebagai salah satu konsentrasi dalam Ilmu Hubungan Internasional, Studi ini diharapkan mahasiswa Hubungan Internasional dituntut memiliki kompetensi dan pengetahuan dalam menganalisa isu-isu tersebut, terutama yang berkaitan erat dengan kepentingan nasional Indonesia. Selain itu, mahasiswa juga diharapkan dapat lebih mengenal instrumen-instrumen kebijakan ekonomi luar negeri foreign economic policy yang telah digunakan oleh pemerintah Indonesia dalam menyikapi isu-isu ekonomi politik global. Jakarta, Agustus 2021 Penulis i INDONESIA DALAM EKONOMI POLITIK INTERNASIONAL DAFTAR ISI Pendahuluan ………………………………………………………….. 1 Ruang Lingkup Ekonomi Politik Internasional ……………………….. 3 Indonesia Pasca Kemerdekaan ……………………………………….. 5 Stabilitas dan Pembangunan …………………………………………. 8 Reformasi dan Peningkatan Daya Saing ……………………………… 12 ii INDONESIA DALAM EKONOMI POLITIK INTERNASIONAL PENDAHULUAN Deskripsi Singkat Mata kuliah ini mengantarkan mahasiswa menguraikan dinamika politik luar negeri Indonesia dari sudut pandang ekonomi politik internasional yang dielaborasi secara historis dan sistematis. Selain itu, mahasiswa juga diharapkan dapat lebih mengenal instrumen-instrumen kebijakan ekonomi luar negeri foreign economic policy yang telah digunakan oleh pemerintah Indonesia dalam menyikapi isu-isu ekonomi politik global. Relevansi Sebagai salah satu konsentrasi dalam Ilmu Hubungan Internasional, Studi Ekonomi Politik Internasional berkembang sangat dinamis seiring dengan semakin banyaknya isu-isu low politics yang mewarnai konstelasi politik global. Dengan demikian, mahasiswa Hubungan Internasional dituntut memiliki kompetensi dan pengetahuan dalam menganalisa isu-isu tersebut, terutama yang berkaitan erat dengan kepentingan nasional Indonesia. Kompetensi a. Standar Kompetensi Setelah berpartisipasi dalam perkuliahan ini dalam dua pertemuan, mahasiswa diharapkan dapat menjelaskan bagaimana konvergensi antara kepentingan nasional Indonesia dengan dinamika ekonomi politik global. b. Kompetensi Dasar 1. Kemampuan untuk menjelaskan ruang lingkup Studi Ekonomi Politik Internasional 2. Kemampuan untuk menjelaskan peran dan posisi Indonesia dalam dinamika Ekopolin 3. Kemampuan untuk mengidentifikasi isu-isu Ekopolin yang memilik dampak terhadap kepentingan Indonesia 1 INDONESIA DALAM EKONOMI POLITIK INTERNASIONAL PEMBAHASAN Indonesia adalah salah satu negara yang terletak di kawasan Asia Tenggara. Luas wilayah daratannya mencapai km2 dan luas perairannya mencapai km2 menjadikan negara ini sebagai yang terbesar di kawasan. Di samping itu, Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia dengan jumlah pulau tersebar dari sabang hingga merauke. Beberapa wilayahnya secara langsung berbatasan dengan aktivitas perdagangan internasional termasuk diantaranya adalah Selat Malaka, Selat Sunda, Selat Lombok dan Selat Makassar 1/10/2013. Menurut Prof. Dr. Sri Edhie Swasono, sekitar 60 persen dari total perdagangan dunia melewati keempat perairan tersebut. Indonesia memiliki kekayaan sumber daya alam yang melimpah termasuk diantaranya adalah sektor pertambangan. Menurut Van Der Eng 2014, dengan kekayaan sumber daya tambang yang dimiliki, Indonesia telah menjadi salah satu negara eksportir utama untuk beberapa komoditi strategis seperti batu bara, tembaga, biji nikel dan emas. Untuk komoditi nikel dan tembaga, misalnya, Indonesia menempati peringkat lima besar negara pengeksportir nikel dan tembaga pada 2013. Tidak hanya itu, Indonesia juga adalah produsen minyak dan gas terbesar di kawasan Asia Tenggara. Produksi minyak yang dihasilkan oleh Indonesia berkontribusi sekitar 38 persen terhadap total produksi minyak di kawasan, sedangkan pada saat yang sama produksi gas alam Indonesia mencapai 31 persen dari total produksi gas Wacaster, 2015. Selain sektor pertambangan, industri hasil hutan Indonesia juga memiliki peranan penting dalam memenuhi kebutuhan pasar global. Menurut Santosa 2013, separuh dari hutan dunia terkonsentrasi hanya di lima negara, salah satunya adalah Indonesia. Terdapat dua komoditi ekspor hasil hutan dari Indonesia yang telah diserap di manca negara yaitu kertas dan produk kertas pulp and paper products dan minyak sawit palm oil. Industri kertas Indonesia merupakah salah satu yang terbesar di dunia dengan global market share sekitar 30 persen, sedangkan industri minyak sawit merupakan produsen crude palm oil terbesar dunia dengan volume produksi sekitar 38 juta ton pada 2017. Beberapa gambaran sederhana ini setidaknya dapat menunjukkan peran strategis Indonesia dalam struktur ekonomi politik global, dari akses transportasi laut yang telah menjadi salah satu jalur tersibuk dunia hingga hasil 2 INDONESIA DALAM EKONOMI POLITIK INTERNASIONAL olahan sumber daya alam yang telah digunakan di berbagai negara. Hal ini tentunya dapat memotivasi kita untuk mempelajari secara akademik bagaimana peran dan posisi Indonesia dalam dinamika ekonomi politik internasional. Untuk itu, bab ini berupaya mengeksplorasi berbagai literatur yang terkait dengan Indonesia dari sudut pandang ekonomi politik global. Sistematika penulisan terdiri dari tiga bagian. Bagian pertama akan membahas ruang lingkup studi ekonomi politik internasional. Bagian kedua akan mengulas bagaimana Indonesia pasca kemerdekaan Indonesia pada masa economic nationalism yang meliputi periode awal kemerdekaan 1945 hingga 1980-an. Bagian kedua akan membahas periode transisi menuju economic liberalism dari 1980-an hingga 2000-an. RUANG LINGKUP PEMBAHASAN Ekonomi Politik Internasional EPI merupakan salah satu bidang spesialisasi dalam Studi Hubungan Internasional HI. Sebagai sebuah sub-kajian dalam HI, EPI secara spesifik membahas interaksi saling mempengaruhi antara ekonomi dan politik dalam hubungan internasional. Terdapat beberapa pendapat para pakar dan akademisi mengenai definisi, ruang lingkup, pengertian dan isu-isu yang dibahas dalam EPI. Diantaranya menempatkan EPI sebagai salah satu studi lintas disiplin yang mendalami permasalahan ekonomi yang memiliki dampak terhadap politik, dan sebaliknya isu politik yang berpengaruh terhadap ekonomi. Miller 2008 salah satu yang berpendapat bahwa EPI merupakan salah satu ilmu sosial interdisiplin yang fokus untuk mengkaji, mempelajari dan menginvestigasi perubahan-perubahan yang terjadi dalam dinamika ekonomi dan politik antar negara, antara lain tentang perdagangan barang dan jasa, permodalan, tenaga kerja, teknologi dan sumber daya alam. Pandangan lain memfokuskan EPI sebagai kajian akademis yang mendalami isu-isu terkait dengan ketegangan politik dalam relasi ekonomi antar negara. Oatley 2016 termasuk diantaranya yang memiliki pandangan bahwa EPI merupakan suatu studi terhadap pertarungan politik antar negara dalam sistem perekonomian global. Dalam hal ini, terdapat empat wilayah kajian yang menjadi fokus dalam EPI yaitu sistem perdagangan internasional, sistem moneter internasional, perusahaan multinasional dan pembangunan ekonomi. Dalam sistem perdagangan internasional, misalnya, bagaimana kebijakan tarif impor yang diterapkan oleh suatu negara dapat 3. INDONESIA DALAM EKONOMI POLITIK INTERNASIONAL mengakibatkan kerugian signifikan terhadap negara lain yang dapat menimbulkan ketegangan dan konflik politik antar negara. Dalam dimensi yang lebih luas, kajian EPI tidak terbatas hanya pada relasi antara negara dan pasar yang masing-masing merupakan representasi dari politik kekuasaan dan institusi dimana segala bentuk interaksi ekonomi dilakukan, tetapi juga mencakup berbagai isu transnasional yang melibatkan aktor-aktor sosial. Untuk itu, Balaam & Dillman 2017 berpendapat bahwa setidaknya terdapat tiga unsur utama dalam EPI yaitu political dimension, economic dimension dan societal dimension. Dimensi politik dari EPI mencakup penggunaan kekuatan politik oleh berbagai aktor yang masing-masing memiliki preferensi dalam membuat keputusan terkait dengan distribusi uang dan produk hingga intangible things seperti keamanan dan inovasi. Sementara itu, dimensi ekonomi EPI membahas tentang pendistribusian sumber daya diantara individu, kelompok dan negara melalui institusi pasar yang sekarang ini berkembang menjadi kekuatan baru yang ikut mempengaruhi perilaku manusia. Kendati demikian, dua hal tersebut dinilai belum cukup untuk menjelaskan fenomena global yang terus mengalami perubahan. Dinamika hubungan antara negara dan pasar berjalan sangat dinamis, termasuk didalamnya adalah menguatnya peran kelompok transnasional global civil society yang ikut mempengaruhi isu-isu global Balaam & Dillman, 2017. Dari pengertian tentang EPI yang telah disampaikan beberapa akademisi Ekopolin tersebut, setidaknya terdapat beberapa hal yang menjadi batasan dan ruang lingkup studi ekonomi politik internasional. Pertama, EPI mencakup tindakan dan kebijakan politik suatu negara dalam konteks bilateral, regional ataupun multilateral yang menimbulkan dampak ekonomi, dan begitu pula sebaliknya tindakan dan kebijakan ekonomi suatu negara yang dapat menyebabkan ketegangan politik antar negara. Kedua, terdapat beberapa hal yang mendapatkan perhatian khusus dalam studi EPI meliputi isu perdagangan internasional, investasi dan sistem moneter internasional hingga soal pembangunan internasional. Ketiga, aktor dalam EPI mencakup juga aktor non-negara, kelompok-kelompok transnasional, perusahaan multinasional dan sebagainya. 4 INDONESIA DALAM EKONOMI POLITIK INTERNASIONAL INDONESIA PASCA KEMERDEKAAN Setelah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945, Presiden Soekarno dihadapkan pada tantangan untuk membangun independensi ekonomi negara yang masih belum sepenuhnya lepas dari pengaruh pemerintah kolonial Belanda Sumber…. Salah satunya adalah permasalahan warisan hutang yang dihasilkan dalam Konferensi Meja Bundar KMB, 27 Desember 1949. Dalam perundingan KMB, Delegasi Belanda menuntut agar pemerintah Indonesia menanggung kewajiban hutang pemerintah Hindia Belanda sebesar US$ milyar yang sebagian besar telah digunakan untuk membiayai perang selama periode perjuangan kemerdekaan Indonesia. Delegasi Indonesia menyatakan keberatan dengan tuntutan tersebut, meski akhirnya setuju untuk menerima dengan pertimbangan bantuan pembiayaan dari pemerintah Amerika Serikat Thee, 2010. Permasalahan kedua, komitmen pemerintah Indonesia untuk menjamin keberlangsungan operasional perusahaan-perusahaan Belanda pasca Deklarasi Kemerdekaan Indonesia semakin mempersempit ruang gerak kedaulatan ekonomi Indonesia saat itu. Thee 2010 menjelaskan pada masa itu perusahaan-perusahaan Belanda yang telah beroperasi di Indonesia semakin menyadari bahwa serangan militer yang telah dilakukan oleh pemerintah Kolonial Belanda terhadap Indonesia cenderung berakhir sia-sia. Oleh sebab itu, mereka mendesak pemerintah Belanda melalui KMB untuk meminta jaminan kepada pemerintah Indonesia agar dapat melanjutkan kegiatan bisnis mereka tanpa hambatan apapun. Situasi ini menggambarkan bagaimana pengaruh Belanda yang masih relatif dominan dalam perekonomian Indonesia. Meskipun secara politik telah mendeklarasikan diri sebagai negara merdeka, Indonesia belum dapat sepenuhnya lepas dari pengaruh Belanda dalam hal pengelolaan ekonomi nasional. Untuk itu, selama periode 1950an, pemerintah berupaya melakukan nasionalisasi aset-aset yang dimiliki oleh Belanda White, 2017. Kemudian pada 1960an, pemerintah mengambil alih pengawasan terhadap perusahaan-perusahaan asing yang masih beroperasi di Indonesia. Sebagian besar perusahaan asing ini diserahkan pengelolaannya kepada pihak militer yang diberikan wewenang sebagai penguasa daerah atas nama pemerintah pusat Darini & Miftahuddin, ... Robison 1999 menyebut periode ini dengan istilah Soekarno’s Guided Economy untuk menggambarkan peran sentral Presiden Soekarno dalam mendesain dan menjalankan kebijakan ekonomi nasional pada masa itu. Terminologi Ekonomi Terpimpin 5 INDONESIA DALAM EKONOMI POLITIK INTERNASIONAL Guided Economy merupakan sebuah refleksi dari kondisi politik nasional saat itu, ketika Presiden Soekarno berupaya mengendalikan perbedaan pandangan politik yang berimplikasi terhadap proses pengambilan keputusan nasional. Indriyanto 2003 mengatakan pelaksanaan demokrasi terpimpin secara formal dilakukan pada saat Presiden Soekarno menetapkan Dekrit Presiden 5 Juli 1959, diantaranya keputusan untuk membubarkan Konstituante dan memberlakukan kembali Undang-Undang Dasar 1945. Selain kepemimpinan yang kuat dari figur Soekarno, ekonomi politik Indonesia juga banyak dipengaruhi oleh pandangan anti-kolonialisme sebagaimana yang termaktub dalam pembukaan konstitusi Undang-Undang Dasar 1945 “Bahwa sesungguhnya Kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu, maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan peri-kemanusiaan dan peri-keadilan.” Lebih dari itu, keinginan bangsa Indonesia untuk terlibat aktif dalam politik global juga secara jelas tertulis “Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu Pemerintah Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia…..dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial…” Muhammad Hatta, sebagai Wakil Presiden pertama dan deklarator Kemerdekaan Republik Indonesia, mengartikulasikan nilai-nilai ini dalam pidatonya yang sangat populer ”Mendayung di antara Dua Karang” pada pertemuan dengan Badan Pekerja Komite Nasional Indonesia Pusat BP-KNIP 2 September 1948. Pidato ini merupakan sebuah refleksi politik luar negeri Indonesia terhadap fenomena politik internasional yang saat itu diwarnai Perang Dingin antara kubu Amerika Serikat dengan kubu Uni Soviet. Melalui pidato tersebut, Hatta menyampaikan pandangan politik luar negeri Indonesia yang bebas aktif dengan tidak berpihak kepada salah satu blok kepentingan, sehingga dapat secara leluasa memilih alternatif strategi dan kebijakan yang paling menguntungkan bagi kepentingan nasional Indonesia Tan, 2007. Dalam hal ini, Indonesia berhasil mendapatkan bantuan pinjaman tidak hanya dari Amerika Serikat, tetapi juga bantuan dari Uni Soviet Tan, 2007. Pasca pengakuan kedaulatan Indonesia oleh Pemerintah Belanda pada tahun 1949, Amerika Serikat bersedia memberikan bantuan sebesar US$40 juta yang dimanfaatkan untuk pembelian kebutuhan-kebutuhan pokok masyarakat khususnya beras dan tekstil. Selama periode 1951-1955, pemerintah Amerika Serikat juga memberikan bantuan teknis sekitar US$ 7 juta per tahun 6 INDONESIA DALAM EKONOMI POLITIK INTERNASIONAL kepada pemerintah Indonesia. Disamping itu, pinjaman senilai US$91,8 juta diberikan untuk membiayai berbagai proyek pembangunan di Indonesia Hindley, 1963. Pemerintah Indonesia juga menyadari semakin besarnya kekuatan pemberontak di wilayah-wilayah perbatasan yang didukung pasokan senjata dari pihak asing. Untuk itu, pada 1957, pemerintah Indonesia juga melakukan pendekatan kepada Uni Soviet untuk mendapatkan bantuan peningkatan kapabilitas militer. Moskow menanggapi positif hal itu dengan menawarkan paket bantuan militer sekitar US$ 250 juta Djalal, 1990. Capain positif ini sejalan dengan upaya pemerintah Indonesia untuk menormalisasi hubungan bilateral antara Indonesia dengan negara-negara komunis, diantaranya dengan membuka kantor perwakilan Indonesia di Moskow dan Peking pada tahun 1954 Hindley, 1963. Semakin dekatnya hubungan pemerintah Indonesia dengan negara-negara komunis, juga berimplikasi secara positif terhadap performa perdagangan luar negeri Indonesia. Nilai perdagangan Indonesia dengan Eropa Timur meningkat secara dramatis dari US$ 10 juta pada 1953 menjadi US$ 60 juta pada 1955, sedangkan pada saat yang bersamaan kinerja perdagangan Indonesia dengan Tiongkok meningkat secara signifikan dari US$2,1 juta pada 1953 menjadi US$16,1 juta pada 1955 Hindley, 1963. Di level multilateral, melalui pendekatan politik luar negeri yang menentang segala bentuk penjajahan dan perampasan hak asasi manusia, Indonesia relatif berhasil dalam menggalang simpati dan solidaritas negara-negara baru melalui Konferensi Asia Afrika yang dianggap sebagai cikal bakal dari kerjasama Selatan-Selatan. Konferensi Asia Afrika untuk pertama kalinya diadakan pada 1955 di Bandung merupakan wujud nyata dari semangat negara-negara baru yang menginginkan independensi, kesetaraan dan penghargaan terhadap hak asasi manusia atau dikenal juga dengan istilah Bandung Spirit Lee, 2010; Weber & Winanti, 2016. Salah satu perkembangan penting setelah Konferensi Asia Afrika 1955 di Bandung adalah lahirnya beberapa forum kerjasama multilateral yang menjadi platform kekuatan politik negara-negara baru dalam struktur ekonomi politik global, termasuk diantaranya adalah pembentukan badan khusus di dalam struktur organisasi Perserikatan Bangsa-Bangsa PBB yang fokus terhadap perdagangan dan pembangunan negara-negara berkembang yaitu United Nations Conference on Trade and Development UNCTAD pada 1964 Assie-Lumumba, 2015. 7 INDONESIA DALAM EKONOMI POLITIK INTERNASIONAL STABILITAS DAN PEMBANGUNAN Keberhasilan membangun eksistensi dan jejaring kerjasama internasional merupakan capaian penting dalam perjalanan politik Indonesia selama periode pemerintahan Presiden Soekarno. Kendati demikian, kondisi politik di dalam negeri berjalan sangat dinamis sehingga berimbas bagi kinerja pertumbuhan ekonomi nasional. Hal ini dapat terlihat diantaranya dalam kinerja pertumbuhan pendapatan per kapita Indonesia yang relatif melemah setelah tahun 1954. Sementara laju pertumbuhan penduduk terus mengalami peningkatan dari 1,1 persen pada periode 1945-1949 menjadi 1,9 persen periode 1960-1964, kinerja pendapatan per kapita cenderung melemah dari 6 persen pada periode 1945-1949 menjadi 0,3 persen pada periode 1955-1959 dan -0,3 persen pada periode 1960-1964 Hossain, 2006. Laju Pertumbuhan Penduduk dan Pendapatan Per kapita Indonesia 1900-1969 Sumber Hossain, 2006 Hal ini yang kemudian menjadi salah satu agenda utama politik pemerintahan setelah berakhirnya pemerintahan Presiden Soekarno pada 1966 yaitu membangun stabilitas politik dan mempercepat pembangunan ekonomi nasional. Adalah Jenderal Soeharto yang kemudian melanjutkan roda pemerintahan sebagai Presiden kedua Republik Indonesia. Dengan karakteristik kepemimpinan yang tegas dan cenderung militeristik, Presiden Soeharto berupaya untuk membangun citra dan reputasi Indonesia sebagai negara yang stabil dan relatif aman bagi investasi asing. Untuk itu, Presiden Soeharto membentuk tim ekonomi yang beranggotakan para akademisi lulusan Amerika Serikat, 8 INDONESIA DALAM EKONOMI POLITIK INTERNASIONAL diantaranya Widjojo Nitisastro, Ali Wardhana dan Emil Salim yang kemudian dikenal dengan istilah Mafia Barkeley, merujuk8 kepada almamater ketiga akademisi ini yaitu Universitas California, Barkeley, Amerika Serikat. Terkait dengan keberadaan para pakar ekonomi ini, salah satu hal yang menjadi perhatian adalah prinsip ekonomi liberal yang dijadikan landasan utama dalam merumuskan kebijakan ekonomi di masa Orde Baru, yaitu mendorong liberalisasi pasar dan meminimalisasi intervensi pemerintah dalam ekonomi dalam rangka menjamin kebebasan individu dan korporasi Takashi, 2014. Pemberlakuan Undang-Undang Penanaman Modal Asing UU PMA 1967 adalah diantara serangkaian instrumen kebijakan yang digunakan untuk meningkatkan pertumbuhan investasi di Indonesia pada masa pemerintahan Soeharto Fausti & Bishry, 1993. Regulasi investasi yang relatif lebih ramah terhadap investasi asing ini menawarkan sejumlah insentif dan kepastian kepada investor atas kepemilikan dan properti industri yang mereka miliki, serta mengembalikan sejumlah aset yang telah dinasionalisasi pada masa pemerintahan Orde Lama kepada pemiliknya Hofman & Rodrick-Jones, 2004. Keberadaan investasi sangat diperlukan ditengah keterbatasan pemerintah untuk mendorong percepatan pembangunan ekonomi, meningkatkan kesempatan kerja dan industrialisasi di berbagai sektor. Realisasi proyek investasi asing meningkat secara signifikan setelah pemberlakuan UU PMA 1967 yang sebagian besar terkonsentrasi pada industri ekstraktif sumber daya alam, terutama di sektor minyak dan gas serta industri pertambangan Thee, 2012. Berdasarkan data Badan Koordinasi Penanaman Modal BKPM, jumlah realisasi proyek investasi asing langsung foreign direct investment mengalami kenaikan dramatis, dari 22 proyek pada 1967 menjadi 83 proyek investasi pada 1970. Pemerintah Indonesia melalui UU PMA ini memberikan keleluasaan bagi investor asing untuk mengendalikan kepemilikan hingga 100 persen di sektor usaha pertambangan emas, tembaga, minyak dan gas serta industri hasil hutan Loubere, 2011. Oleh sebab itu, komoditi migas dan hasil tambang mendominasi struktur ekspor Indonesia setidaknya hingga awal periode 1990an. 9 INDONESIA DALAM EKONOMI POLITIK INTERNASIONAL Tabel. Profil Ekspor Indonesia 1980-2010 US$ Juta Manufactures Products Sumber WTO Database Pada periode 1974-1985, jumlah pertumbuhan realisasi investasi asing relatif stagnan akibat dari pergeseran regulasi investasi asing yang relatif lebih protektif terhadap industri nasional. Hal ini disebabkan diantaranya karena meningkatnya pendapatan negara secara signifikan seiring dengan melonjaknya harga minyak dan komoditas di pasar global yang sangat membantu mengurangi beban pemerintah dalam mengatasi permasalahan neraca pembayaran dan neraca perdagangan Setiawan, 2002. Kendati demikian, kondisi ini tidak berlangsung lama karena harga minyak dunia kembali anjlok pada 1986. Turunnya harga minyak secara drastis menyebabkan berkurangnya penerimaan negara dari pajak di sektor migas Robison, 1999. Untuk itu, sejak pertengahan tahun 1980an, telah dilakukan sejumlah perubahan dalam kebijakan industri dan perdagangan yang dijalankan oleh pemerintah Indonesia. Perubahan ini meliputi diantaranya kelonggaran prosedur dan persyaratan dalam penanaman modal asing, diperbolehkannya partisipasi asing dalam industri yang sebelumnya merupakan monopoli pemerintah, penghentian praktik monopoli impor di sektor manufaktur, seperti industri plastik, industri pelat timah dan produk baja, serta diturunkannya rata-rata tarif impor yang diberlakukan oleh pemerintah, yaitu dari 37 persen pada periode 1985, menjadi 22 persen pada 10 INDONESIA DALAM EKONOMI POLITIK INTERNASIONAL tahun 1990 dan 15 persen pada tahun 1995. Serangkaian modifikasi kebijakan ini dilakukan pemerintah untuk menarik lebih banyak investasi asing dan mengurangi proteksi di sejumlah sektor sehingga dapat meningkatkan kinerja sektor manufaktur berorientasi ekspor Robison, 1999. Perkembangan Realisasi Investasi Asing di Indonesia 1967-1995 Sumber BKPM, Setiawan, 2002 Kebijakan promosi ekspor diharapkan dapat mempercepat pertumbuhan ekonomi, menghasilkan lebih banyak kesempatan kerja, meningkatkan cadangan devisa dan memperluas pangsa pasar dalam perdagangan global. Indonesia memperkenalkan kebijakan promosi ekspor pada 1980-an untuk mengubah arah perdagangan dan industrinya. Instrumen strategis yang digunakan oleh pemerintah Indonesia untuk meningkatkan kinerja ekspornya diantaranya adalah devaluasi Rupiah pada tahun 1978. Pada tahun itu, pemerintah juga menghapus pajak ekspor dan menyediakan sistem sertifikat ekspor untuk mendukung daya saing di pasar global James & Fujita, 1989. Selanjutnya, Pemerintah Indonesia menetapkan sejumlah langkah liberalisasi perdagangan dan investasi untuk menarik lebih banyak investasi langsung asing yang dianggap sebagai faktor kunci di balik pertumbuhan manufaktur. Ini termasuk relaksasi prosedur investasi asing, partisipasi investor asing dalam industri sebelumnya dilindungi, penghentian praktek monopoli impor di sektor manufaktur, seperti industri plastik, industri pelat timah dan produk baja, serta pengurangan tarif impor Rahmaddi & Ichihashi, 2011 56. 11 INDONESIA DALAM EKONOMI POLITIK INTERNASIONAL Untuk mempercepat pertumbuhan ekspor dan investasi asing, pemerintah Indonesia juga memanfaatkan instrumen kerjasama regional dalam rangka memperluas akses pasar dan meyakinkan para investor atas komitmen pemerintah terhadap keterbukaan ekonomi Indonesia. Secara politik, peran Indonesia dalam kerjasama regional ASEAN pada masa Orde Baru relatif dominan, diantaranya karena figure dan kekuatan politik Soeharto yang relatif berhasil mempengaruhi dinamika kawasan. Kebijakan stabilitas politik domestik yang dilakukan oleh Soeharto, misalnya, menjadi salah satu model pendekatan politik yang diadopsi oleh negara-negara lain di ASEAN. Hal ini secara tidak langsung juga memberikan kontribusi terhadap stabilitas kerjasama politik keamanan di kawasan Asia Tenggara yang seringkali diwarnai oleh konflik dan sengketa wilayah. Secara ekonomi, Soeharto dan para pemimpin ASEAN lainnya mengadopsi liberalisme ekonomi untuk mengembangkan ekonomi mereka masing-masing dan untuk memperkuat kerjasama regionalism ASEAN. Pada tahun 1976, kerja sama pertama di bidang liberalisasi perdagangan dilakukan. Mereka menamai kerja sama ini dengan ASEAN Preferential Trade Arrangement ASEAN-PTA yang terdiri dari program untuk memberikan tarif istimewa, bea cukai, dan bea masuk dalam ekspor dan impor. Pada kenyataannya tidak ada indikator signifikan yang menunjukkan keberhasilan kerjasama, meskipun, sejak tahun 1978, ASEAN telah meningkatkan target perdagangan intra regional mereka dari US $ pada tahun 1978 menjadi US $ hingga US $ pada tahun 1982 Hadi Soesastro 1995 . Daftar produk pengecualian di mana negara-negara anggota menempatkan banyak produk adalah masalah dominan yang menghambat efektifitas dan manfaat dalam kerjasama ASEAN-PTA. Pada tahun 1992, sekali lagi, Soeharto, para pemimpin ASEAN lainnya, dan Brunei Darussalam, anggota baru, menandatangani Deklarasi Singapura yang menyetujui perdagangan bebas di antara negara-negara ASEAN, ASEAN Free Trade Area AFTA, dengan skema liberalisasi tarif bertahap, bea cukai, dan pengalihan tugas. Secara statistik, proses liberalisasi perdagangan dalam lima tahun 1993-1998 memberikan dampak yang relatif signifikan terhadap peningkatan perdagangan intra regional ASEAN sekitar 53 persen dari US $ juta menjadi US $ juta. 12 INDONESIA DALAM EKONOMI POLITIK INTERNASIONAL REFORMASI DAN PENINGKATAN DAYA SAING Pada 1998, krisis ekonomi menyerang dunia, khususnya Asia Tenggara. Depresiasi mata uang Baht Thailand terhadap Dolar AS secara kontinyu berpengaruh pada perekonomian domestik negara-negara ASEAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang paling terpengaruhi oleh krisis di mana mata uangnya terdepresiasi hampir 720 persen terhadap Dolar AS pada periode tersebut. Situasi ini berimplikasi pada naiknya harga kebutuhan pokok dan kemampuan negara membayar kembali pinjaman ke beberapa lembaga keuangan internasional. Di sisi lain, kelompok oposisi domestik, menuntut reformasi pada pemerintah, telah menjadi bola salju untuk menghantam pemerintahan Soeharto. Pada 21 Mei 1998 Soeharto menyatakan pengunduran dirinya menunjukkan berakhirnya era orde baru. Namun satu hal yang secara konsisten diterapkan oleh pemerintah Indonesia adalah mempertahankan pendekatan liberalisme ekonomi dalam kebijakan ekonomi luar negerinya. Salah satunya dapat dilihat dalam kerangka kerjasama ASEAN-China FTA, dimana Indonesia menjadi salah satu negara yang ikut mendukung realisasi kerjasama ini. Implementasi kerjasama perdagangan bebas Indonesia-Cina adalah rangkaian kerjasama perdagangan organisasi kawasan ASEAN dengan Republik Rakyat Cina RRC yang ditandatangani pada Nopember 2004, ASEAN-China Free Trade Area AC-FTA. Hal ini tentunya akan berdampak terhadap perekonomian dalam negeri, khususnya industri-industri dalam negeri yang belum siap berkompetisi secara bebas dengan Cina, seperti industri tekstil, industri besi dan baja, serta industri elektronik. Di industri tekstil, menurut Asosiasi Pertekstilan Indonesia API, sepanjang tahun 2007, volume import garmen mencapai 950,000 ton atau hampir 80 persen dari total konsumsi garmen di dalam negeri yaitu 1,220,000 ton. Pada tahun 2008, API juga menyebutkan bahwa 70 persen pangsa pasar tekstil domestic sudah dikuasai oleh produk-produk impor yang sebagian besar diimpor secara illegal dan diduga dari Cina. Di industri besi dan baja, menurut Indonesia Iron and Steel Industry Association IISIA, sebelum implementasi perdagangan bebas Indonesia-Cina Januari mendatang, produk-produk besi dan baja Cina telah menguasai proyek pembangkit listrik tenaga uap PLTU 10,000 megawatt yang sedang dikerjakan oleh Pemerintah. Di industri elektronik, Electronic Marketer Club EMC menilai banjir impor produk elektronik, terutama dari Cina, akan terus 13 INDONESIA DALAM EKONOMI POLITIK INTERNASIONAL berjalan, bahkan dengan harga yang lebih murah daripada harga produk-produk eletronik buatan dalam negeri. Dengan kondisi ini maka tidak mengherankan apabila Indonesia telah mengalami neraca perdagangan balance of trade negatif dalam sector non-migas dengan Cina sejak 2005. Neraca perdagangan ini bahkan terus memburuk dengan melonjaknya impor non-migas dari Cina pada tahun 2008 yang mencapai US$ milyar, atau hampir 80 persen lebih besar daripada impor non migas dari Cina pada tahun 2007 yaitu US$ milyar. Selain tantangan liberalisasi perdagangan dengan China, krisis ekonomi kembali terjadi pada 2008. Sejak Amerika Serikat dan Uni Eropa dilanda krisis finansial dan krisis utang, pertumbuhan ekonomi dunia berjalan relatif stagnan. Data International Monetary Fund IMF menunjukkan pertumbuhan ekonomi global hanya sekitar 9 persen pada tahun 2010 dan 10 persen pada tahun 2011, setelah turun sekitar 6 persen pada tahun 2009. Hal ini terjadi salah satunya karena negara-negara maju advance economies yang selama ini menopang lebih dari 50 persen pertumbuhan dunia mengalami krisis ekonomi. Share PDB negara-negara yang tergabung di dalam G-7 terhadap PDB dunia terus menurun dari 53 persen pada tahun 2009, 50 persen pada tahun 2010 menjadi 48 persen pada tahun 2011. Negara anggota G-7 adalah Kanada, Perancis, Inggris, Amerika Serikat, Jerman, Italia dan Jepang. Sejalan dengan kondisi ini, perdagangan dunia juga cenderung melambat dengan pertumbuhan sekitar 6 persen pada tahun 2011 setelah turun secara signifikan lebih dari 10 persen pada tahun 2009. Share perdagangan negara-negara G-7 terhadap perdagangan dunia terus berkurang dari 46 persen pada tahun 2007 menjadi 40 persen pada tahun 2011. Krisis ekonomi telah menyebabkan kekhawatiran di industri perbankan dan keuangan, sehingga banyak kegiatan pembiayaan yang dihentikan, termasuk pembiayaan perdagangan. Secara bersamaan, permintaan terhadap barang modal dan barang-barang tahan lama durable goods seperti mobil menurun, sehingga kinerja perdagangan global melemah Popa, 2011. Untuk itu, negara-negara berkembang yang selama ini menjadikan Amerika Serikat dan Uni Eropa sebagai pasar utama ekspor mereka berupaya untuk mendiversifikasikan pasar ekspor mereka ke pasar non-tradisional. Salah satunya adalah Indonesia yang selama ini mengandalkan ekspor ke Amerika Serikat, Jepang dan beberapa negara Eropa. Gita Wirjawan, Menteri Perdagangan Indonesia, mengakui bahwa Indonesia akan mengalami kesulitan untuk mencapai target ekspor, jika terus mengandalkan pasar tradisional. 14 INDONESIA DALAM EKONOMI POLITIK INTERNASIONAL Dengan demikian, persaingan kekuatan di kawasan Asia Tenggara sekarang ini tidak terbatas hanya dalam bidang militer dan pertahanan, tetapi juga mencakup bidang ekonomi, perdagangan dan investasi yang tergambarkan dalam berbagai bentuk kebijakan pemerintah masing-masing negara di kawasan ini untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi, kinerja perdagangan dan aliran investasi ke negara mereka. Persaingan ini semakin terasa setelah krisis finansial global terjadi pada tahun 2008, ketika pertumbuhan permintaan dagang dan aliran modal dari negara-negara maju yang selama ini menjadi mitra tradisional relatif melambat. Dalam bidang perdagangan, diversifikasi pasar menjadi pilihan rasional yang diambil oleh masing-masing negara untuk mempertahankan pertumbuhan ekspor mereka. Kegiatan ekspor memiliki peran strategis dalam pembangunan ekonomi di banyak negara, dari bertambahnya jumlah lapangan kerja yang dapat membantu menekan angka pengangguran hingga meningkatnya cadangan devisa yang dapat digunakan untuk membayar hutang dan membiayai impor. Namun meningkatkan kinerja ekspor tidaklah semudah yang dibayangkan, apalagi sasaran pasarnya adalah negara-negara yang selama ini dianggap sebagai mitra non-tradisional. Untuk itu diantara sejumlah pilihan yang dapat diambil oleh pemerintah, pendekatan diplomasi ekonomi merupakan salah satu instrumen yang dapat digunakan untuk meningkatkan akses pasar bagi komoditi ekspor khususnya ke pasar non-tradisional. Rana 2007 mendefinisikan diplomasi ekonomi sebagai proses yang dilalui oleh negara dalam mengelola hubungan luar negerinya dengan tujuan untuk mengoptimalisasi keuntungan nasional di segala bidang, termasuk di sektor perdagangan dan investasi, baik di tingkatan bilateral, regional maupun di level multilateral. Luasnya ruang lingkup diplomasi ekonomi, menurut Rana, menuntut partisipasi aktif tidak hanya dari aktor negara, seperti kementerian luar negeri dan kementerian perdagangan, tetapi juga dari aktor non-negara. Oleh sebab itu, kemitraan dan kolaborasi yang efektif antara aktor negara dan aktor non-negara menjadi salah satu kunci sukses di balik pelaksanaan diplomasi ekonomi. Selain kemitraan dan kolaborasi antara pemerintah dan swasta, luasnya ruang lingkup diplomasi ekonomi turut memengaruhi struktur organisasi pemerintahan di beberapa negara. Praktik diplomasi secara umum merupakan domain utama dari kementerian luar negeri, tetapi sebagian negara telah memodifikasi manajemen pemerintahan mereka dengan menempatkan bidang ekonomi dalam prioritas utama kebijakan luar negeri 15 INDONESIA DALAM EKONOMI POLITIK INTERNASIONAL mereka. Lee dan Hudson 2004 mengatakan beberapa negara bahkan telah mengintegrasikan kementerian perdagangan dan kementerian luar negeri menjadi satu departemen, seperti yang dilakukan oleh pemerintah Kanada, Australia dan Belgia. Sementara itu, beberapa negara lain membentuk suatu badan baru yang menggabungkan fungsi lembaga-lembaga terkait dengan kebijakan ekonomi luar negeri mereka. Menurut Rana 2007, akan menjadi relatif sulit bagi negara untuk mencapai sasaran dalam hubungan ekonomi luar negerinya apabila harmonisasi antara urusan luar negeri dan perdagangan tidak dilakukan. Lebih dari itu, kondisi ini akan menyebabkan aset jaringan luar negeri pemerintah seperti perwakilan-perwakilan diplomatik tidak dapat difungsikan secara optimal untuk meningkatkan kinerja perdagangan dan investasi. Dalam praktik diplomasi umumnya, pemerintah juga menggunakan instrumen kerangka aturan kerjasama regulatory framework yang dapat dimanfaatkan untuk menciptakan kondisi-kondisi tertentu yang menguntungkan bagi kepentingan nasional mereka Rana, 2007 6. Institusionalisasi kerjasama dengan negara-negara mitra diharapkan dapat memperluas akses pasar ekspor, menghindari hambatan-hambatan perdagangan dan meningkatkan mobilisasi aliran investasi ke dalam negeri Saner dan Yiu, 2001. Beberapa bentuk kerangka kerjasama yang sering digunakan diantaranya preferential trading arrangement, free trade agreement dan closer economic partnership. Tidak kalah pentingnya yang harus segera menjadi perhatian pemerintah adalah peningkatan kegiatan promosi ekspor dan upaya untuk mendorong lebih banyak investasi masuk ke dalam negeri. Kegiatan promosi ekspor secara umum dilakukan dalam bentuk memfasilitasi dan memberikan bantuan kepada perusahaan domestik yang mencari pasar ke luar negeri, baik dalam bentuk studi pasar, kunjungan delegasi bisnis dan one-on-one business meeting, maupun dalam bentuk partisipasi di pameran-pameran perdagangan internasional. Sejalan dengan urgensi kegiatan promosi ekspor ini, perwakilan-perwakilan diplomatik memiliki peranan penting sebagai garis terdepan dalam menjajaki pasar baru bagi komoditas ekspor yang dihasilkan oleh negaranya. Di sisi lain, upaya untuk mengundang lebih banyak investor asing membutuhkan studi awal untuk mengidentifikasi kebutuhan investasi di dalam negeri dan calon-calon investor dari luar negeri yang berpotensi untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Kemudian rencana aksi dibuat dengan melibatkan sektor swasta terkait, seperti asosiasi bisnis dan perusahaan-perusahaan yang menargetkan investasi dari luar negeri. Proses demikian juga 16 INDONESIA DALAM EKONOMI POLITIK INTERNASIONAL dapat dilakukan untuk membantu perusahaan-perusahaan yang ingin berinvestasi ke luar negeri Rana, 2007. Dari beberapa penjelasan singkat ini dapat diambil beberapa poin penting terkait pelaksanaan diplomasi ekonomi, yaitu kompleksitas isu dan luasnya ruang lingkup diplomasi ekonomi menuntut kolaborasi dan kerjasama antara aktor pemerintah dengan aktor non pemerintah, khususnya yang berhubungan langsung dengan kegiatan industri dan perdagangan. Keterlibatan para pelaku bisnis dalam proses perencanaan dan pelaksanaan diplomasi ekonomi yang dipimpin oleh pemerintah akan memperkuat koordinasi dalam pencapaian target kepentingan nasional. Efektifitas diplomasi ekonomi menuntut pula harmonisasi atau integrasi lembaga-lembaga pemerintah yang berkaitan dengan urusan luar negeri. Beberapa negara telah mempraktikkan hal demikian dengan menggabungkan urusan politik dan perdagangan luar negeri. Selain harmonisasi kelembagaan, bentuk kongkrit diplomasi ekonomi yang harus mendapatkan perhatian segera adalah kegiatan promosi ekspor dan mobilisasi aliran masuk investasi asing, serta melembagakan hubungan dengan negara lain dalam bentuk kerangka kerjasama yang dapat mengakomodasi kepentingan industri domestik. Indonesia secara kontinyu meningkatkan kinerja diplomasi ekonominya dalam rangka mendukung pertumbuhan ekonomi nasional, diantaranya melalui pendekatan diplomasi ke beberapa negara sahabat di Timur Tengah. Salah satu yang banyak menyedot perhatian dalam kaitannya diplomasi ekonomi Indonesia terhadap Timur Tengah adalah kunjungan Raja Salman bin Abdulaziz AlSaud ke Indonesia pada 2017 yang lalu. Setelah lebih dari 46 tahun yang lalu kunjungan Raja Faisal bin Abdul Aziz Al-Saud, Indonesia akan kembali menyambut kunjungan Raja Arab Saudi sebagai salah satu negara paling berpengaruh di kawasan Timur Tengah. Apabila kunjungan Raja Arab Saudi ini dapat terlaksana sesuai dengan yang diharapkan, maka ini merupakan sebuah prestasi dalam upaya diplomasi ekonomi Indonesia karena kunjungan kenegaraan Presiden Jokowi ke Timur Tengah pada tahun 2015 membuahkan hasil positif. Kendati demikian, kita perlu melihat kembali hubungan ekonomi antara Indonesia dengan Arab Saudi, dengan sedikit membandingkan kondisi yang terjadi di negara tetangga kita di ASEAN yaitu Thailand dan Malaysia. Dalam hal perdagangan, menurut data UN Comtrade, ekspor Indonesia ke Arab Saudi berhasil menembus angka US$ 2 milyar pada tahun 2014, relatif tinggi apabila dibandingkan dengan ekspor Malaysia yang masih berkisar US$ 900,000. Persaingan ekspor yang cukup ketat justru terjadi antara Indonesia 17 INDONESIA DALAM EKONOMI POLITIK INTERNASIONAL dengan Thailand, dimana rata-rata pertumbuhan ekspor Thailand ke Arab Saudi dalam lima tahun belakangan ini mencapai 10 persen. Meski berbeda dalam hal latar belakang budaya, hubungan dagang antara Thailand dengan Arab Saudi relatif cukup besar jika dibandingkan dengan Indonesia. Nilai ekspor Thailand ke Arab Saudi mencapai US$ 3 milyar pada tahun 2014. Industri otomotif memiliki peranan penting sebagai industri penyumbang terbesar terhadap kinerja ekspor kedua negara ke Timur Tengah, namun patut diakui bahwa produktifitas industri otomotif di Thailand jauh lebih besar daripada produktifitas industri sejenis di Indonesia. OICA Organisasi Internasional Produsen Kendaraan Bermotor menempatkan Thailand di posisi ke-12 dengan total produksi kendaraan bermotor mencapai 1,9 juta unit pada tahun 2015, sedangkan Indonesia masih berada di posisi ke-17 dengan total produksi 1 juta unit Dengan semangat untuk menjadi the Detroit of Asia, Thailand menaruh perhatian serius terhadap pengembangan industri manufaktur khususnya kendaraan bermotor. Berbagai kebijakan dan pembenahan infrastruktur dilakukan oleh pemerintah Thailand untuk menarik minat investor dan meningkatkan produktifitas industri otomotif di dalam negeri Natsuda & Toburn, 2011. Sementara itu, penjualan produk otomotif dan komponennya di Indonesia sebagian besar masih dialokasikan untuk memenuhi kebutuhan domestik. Porsi penjualan ekspor kendaraan bermotor hanya sekitar 10 persen dari total volume produksi kendaraan bermotor di Indonesia. Dari soal industri dan perdagangan kita beralih ke sektor investasi. Data ASEAN Stats mencatat peningkatan aliran FDI foreign direct investment dari Arab Saudi yang cukup signifikan ke negara-negara di ASEAN beberapa tahun belakangan ini. Pada tahun 2013, aliran investasi masuk dari Arab Saudi ke kawasan ASEAN mencapai US$ 708 ribu, kemudian melonjak secara signifikan menjadi US$ 4,4 juta pada tahun 2015. Selama periode tersebut, nilai investasi Arab Saudi di Indonesia pun mengalami peningkatan dari US$ 107 ribu pada tahun 2013 menjadi US$ 221 ribu pada tahun 2015. Namun pertumbuhan investasi ini masih relatif lebih kecil daripada pertumbuhan investasi Arab Saudi di Thailand yang mencapai US$ 589 ribu pada tahun 2015. Berdasarkan beberapa kondisi diatas setidaknya dapat memberikan sedikit gambaran bagaimana kita masih perlu berupaya keras untuk mengkapitalisasi hubungan persahabatan antara Indonesia dengan Arab Saudi. Di dalam negeri, tidak dapat diragukan lagi bahwa industri berbasis sumber daya alam telah memberikan kontribusi yang sangat signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi nasional, termasuk diantaranya 18 INDONESIA DALAM EKONOMI POLITIK INTERNASIONAL industri kelapa sawit, batu bara, kertas, dan karet. Di sisi lain, kita juga memimpikan bahwa Indonesia memiliki sektor manufaktur berbasis teknologi yang dapat diunggulkan di pasar internasional. Untuk itu, upaya pembenahan infrastruktur dan konektifitas antar pulau, penelitian dan pengembangan industri, serta human capital development perlu mendapatkan perhatian serius pemerintah. Jika tidak, upaya diplomasi ekonomi yang dilakukan baik oleh pemerintah maupun bersama-sama dengan sektor swasta akan relatif berat. Kedua, institusionalisasi kerjasama ekonomi bilateral dalam bentuk preferential trading arrangement, comprehensive economic partnership agreement atau free trade agreement dapat menjadi salah satu pilihan dalam memperluas hubungan ekonomi Indonesia dengan Arab Saudi dan negara-negara GCC Gulf Cooperation Council. Meskipun volume pasar yang relatif terbatas, daya beli dan tingkat konsumsi masyarakatnya relatif sangat tinggi, terutama juga disebabkan oleh keterbatasan sumber daya alam yang menjadikan importasi bahan makanan terus mengalami peningkatan. Oleh sebab itu, pilihan kerjasama ini dapat menjadi terobosan pemerintah untuk mempercepat peningkatan hubungan ekonomi dengan Arab Saudi dan negara GCC. Ketiga, dalam kegiatan bisnis umumnya penjualan yang baik tentunya juga didukung oleh promosi dan pemasaran yang menarik. Terkait dengan hal ini, tantangan Indonesia untuk menggeser persepsi negatif tentang TKI di Arab Saudi sebaiknya menjadi perhatian semua lembaga dan kementerian terkait. Anggaran pemerintah yang telah dialokasikan untuk kegiatan promosi ke luar negeri, baik yang dilakukan melalui pengiriman misi dagang maupun yang dilakukan oleh Indonesian Trade Promotion Center ITPC, apakah capaiannya sudah sesuai dengan yang diharapkan, atau apakah anggaran promosi ini memang masih relatif terbatas sementara kita perlu dana promosi yang memadai untuk mencapai target penjualan yang signifikan. Pada kesempatan Kunjungan Raja Salman ke Jakarta, apabila terlaksana, sebaiknya pemerintah dan sektor swasta dapat memanfaatkan secara maksimal untuk mempromosikan potensi sumber daya ekonomi yang dapat dikembangkan oleh kedua negara. Keempat, Raja Salman telah menetapkan Saudi Arabia Vision 2030 dengan harapan menjadikan negaranya sebagai the investment powerhouse dan the hub connecting three continents. Indonesia yang memiliki berbagai potensi investasi, dari sektor pariwisata, manufaktur, perkebunan, property, energy dan pertambangan hingga ekonomi kreatif dapat menjadi salah satu 19 INDONESIA DALAM EKONOMI POLITIK INTERNASIONAL destinasi yang menarik dan efektif bagi pengembangan investasi Arab Saudi di kawasan Asia. Namun demikian, hal ini akan sangat bergantung kepada bagaimana kita bisa meyakinkan dan memberikan fasilitas kemudahan berinvestasi kepada mereka, jika perlu para calon investor big fish diberikan fasilitas red carpet’ untuk menghilangkan keraguan mereka berinvestasi di Indonesia. PENUTUP Melihat dari dinamika yang berkembang, isu ekonomi politik internasional semakin penting dan strategis untuk diamati dan dipelajari. Hal ini tentunya sangat dipengaruhi oleh sikap dan kebijakan yang diambil pemerintah Indonesia untuk mengadopsi kebijakan ekonomi terbuka dalam rangka meningkatkan investasi dan kinerja ekspor nasional yang diharapkan dapat mendukung pertumbuhan ekonomi dan peningkatan kesejahteraan masyarakat. Artikel ini merupakan sebuah pengantar untuk memperkenalkan kepada seluruh pembaca isu-isu strategis yang berhubungan langsung dengan kepentingan ekonomi politik Indonesia. Tentunya masih banyak kelemahan yang perlu diperbaiki dalam penulisan artikel ini. Untuk itu, saran dan kritik diperlukan untuk memberikan gambaran dinamika Indonesia dalam ekonomi politik global yang lebih baik. EVALUASI 1. Jelaskan apa yang dimaksud dengan kebijakan industri substitusi impor? 2. Mengapa pemerintah Indonesia menggeser kebijakan ekonominya untuk lebih berorientasi kepada ekspor pada pertengahan 1980an? 3. Uraikan instrumen-instrumen kebijakan promosi ekspor yang digunakan oleh pemerintah Indonesia pada masa Orde Baru? 4. Uraikan definisi dan pengertian diplomasi ekonomi? 5. Mengapa Indonesia perlu meningkatkan upaya diplomasi ekonomi dalam dinamika perekonomian global sekarang ini? 20 INDONESIA DALAM EKONOMI POLITIK INTERNASIONAL DAFTAR PUSTAKA Assie-Lumumba, N. T. 2015. Behind and beyond Bandung historical and forward-looking reflections on south-south cooperation. Bandung Journal of the Global South, 21. Balaam, D. N., & Dillman, B. 2017. Introduction to international political economy Sixth edition. London Routledge. Djalal, D. P. 1990. Geopolitical concepts and maritime territorial behaviour in Indonesian foreign policy, 273. Fausti, S., & Bishry, R. 1993. Deregulation and Trade Liberalization The Indonesia Reform Program, 17. Hindley, D. 1963. Foreign Aid to Indonesia and Its Political Implications. Pacific Affairs, 362, 107. Hofman, B., & Rodrick-Jones, E. 2004. Indonesia Rapid Growth, Weak Institutions, 79. Hossain, A. 2006. Macroeconomic Developments, Policies and Issues in Indonesia, 1950-2005 a Review. Malaysian Journal of Economic Studies, XXXXIII1 & 2, 21–67. Lee, C. J. 2010. Between a Moment and an Era The Origins and Afterlives of Bandung. In Making a World after Empire The Bandung Moment and Its Political Afterlives pp. 1– 42. Ohio University Press. Loubere, N. 2011. What Makes A Tiger? Comparing Economic Growth in South Korea and Indonesia from 1945 through the Asian Financial Crisis. Stanford Journal of East Asian Affairs, 1101. Miller, R. C. 2008. International political economy contrasting world views. London Routledge. Oatley, T. H. 2016. International political economy Fifth edition. London New York Routledge. Popa, Diana. 2011. Economic and Social Dimensions of the Global Crisis Implications on International Trade, Studia UBB, OECONOMICA, Volume 56, Issue 3 2011 Robison, R. 1999. Politics and Markets in Indonesia’s Post-oil Era dalam the Political Economy of Southeast Asia. In The Political Economy of Southeast Asia. Melbourne Oxford University Press. Setiawan, G. 2002. THE IMPACT OF FOREIGN DIRECT INVESTMENT ON INDONESIA’S ECONOMIC GROWTH. KDI School of Public Policy and Management. 21 INDONESIA DALAM EKONOMI POLITIK INTERNASIONAL Takashi, S. 2014. Indonesian Technocracy in Transition A Preliminary Analysis. Southeast Asian Studies, 32, 255–281. Tan, P. J. 2007. NAVIGATING A TURBULENT OCEAN INDONESIA’S WORLDVIEW AND FOREIGN POLICY. Asian Perspective, 313, 36. Thee, K. Wi. 2012. Indonesia’s Economy since Independence. Singapore Institute of Southeast Asian Studies ISEAS. Wacaster, S. 2015. The Mineral Industry of Indonesia. US Geological Survey. Retrievedfrom Weber, H., & Winanti, P. 2016. The Bandung spirit’ and solidarist internationalism. Australian Journal of International Affairs, 704, 391–406. 22 INDONESIA DALAM EKONOMI POLITIK INTERNASIONAL BUKU SAKU INDONESIA DALAM EKONOMI POLITIK INTERNASIONAL DISUSUN OLEH Andi Kurniawan, EDITOR Sugiyanto Eddie Kusuma, MA, Penerbit Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jakarta Alamat Penerbit/Redaksi Jl. RS. Fatmawati No. 1 Pondok Labu Jakarta Selatan 12450 Tlpn. 021-7656971 – Fax. 021 7656904 Website http// Email Agustus Tahun 2021 Hak cipta dilindungi undang-undang Dilarang diperbanyak karya tulis ini dalam bentuk apapun tanpa ijin tertulis dari penerbit ResearchGate has not been able to resolve any citations for this Thérèse Assié-LumumbaIn their respective struggles for liberation the Asians and Africans, as oppressed people, joined forces in the first half of the 20th century by forming several pre-Bandung organizations. On the African side people of African descent, from the continent and the Diaspora, united to provide the leadership for substantive participation to the common African-Asian front that led to the Bandung conference of April 18-24 1955. The intelligentsia of African descent, including young students in Western Europe and the United States, played leadership roles in shaping the movements. Among them are W. E. B. Du Bois of the United States and Kwame Nkrumah of Ghana. In terms of the post-Bandung establishment of enduring legacies, it is worth indicating that the resolutions and some of their applications led to global coalitions including the Non-Aligned Movement and G77 within the United Nations. On the occasion of the 50th anniversary that was marked by the April 22-24 2005 Asian-African Summit held in Indonesia African and Asian leaders decided to rekindle the spirit of Bandung and renew their commitment to attain its goal through renewed cooperation between Asia and Africa in adopting the New Asian-African Strategic Partnership NAASP. Despite the continued challenges that African countries face in varying degrees, a regained confidence building on their assets, especially with different generations of people of the continent and historic and recent Diaspora, with it would be possible to build a global front toward the reaffirmation of global common humanity guided by the spirit of Weber Poppy WinantiIt must come as no surprise that traces of any continuing relevance of the Bandung spirit’ are enthusiastically being sought in the wake of the sixtieth anniversary of the Asian-African Conference. It was the first high-profile formal conference of newly independent or about-to-be independent’ post-colonial states at a rather momentous historical conjuncture the continuing struggles for decolonisation were pronounced in the context of the Cold War. The Final Communiqué of the Bandung conference strongly articulated a collective political project against colonialism and imperialism, and for self-determination and racial equality, while already laying the foundations for the idea of strategic non-alignment in the context of the Cold War. It is in this sense that the Bandung conference has come to be emblematic of an event that inaugurated a radically different international political landscape to the immediate post-1945 world order. In this article, the authors focus specifically on the development aspirations articulated at the Asian-African Conference in Bandung, which they argue are the site of struggles and contradictions. As the authors show, the Bandung spirit’ underlined the political project of Third Worldism, as well as the call for a new international economic order in the 1970s. Yet, they also identify some constraints and contradictions that the Bandung spirit’ had to navigate and the challenges it was up against. In the final part of the article, the authors briefly discuss the extent to which the Bandung spirit’ continues to resonate in contemporary global politics of C MillerThis textbook is the perfect short introduction to the fundamental theories and issues of international political economy IPE. Written in a concise and accessible style, the text equips students with the necessary skills and knowledge to understand this complex and fascinating area. Engaging with both classical theories and the main contemporary debates, this is the ideal starting point for the study of IPE. The text introduces students to the three main theoretical approaches in IPE free market, institutionalist and historical materialist. The strengths and weaknesses of the theories are then illustrated by a series of fascinating applied case studies in such core areas as international trade, finance, transnational corporations, development and the environment. Combining clear historical and theoretical explanation with detailed empirical examples this is essential reading for students of international political economy, global governance and international Johnson TanThis article explores the definition, origins, and meaning of Indonesia's worldview for contemporary international rela- tions. It finds that Indonesian perceptions of the country's world role and the realities of its capacities are in tension. Apparent sharp breaks in foreign policy from one regime to the next mask underlying continuities in the country's view of the world and Indonesia's place in it. By virtue of its size, location, history, principled behavior, and rich culture, Indonesia is entitled to a leadership role in the region and the world. For Soekarno, the father of the nation, this was politi- cal-revolutionary. For Soeharto, this was economic. For con- temporary presidents, the inspiration to leadership still exists, even if the capacity to lead is not always present. Djalal BaladjiDino PattiUniversity Microfilms order no. UMI00391264. Thesis Fraser University, 1990. Includes bibliographical references leaves 242-258. Indonesia's maritime expansion the origin of the Archipelago Doctrine - Maritime territorial orientation from the Archipelagic Doctrine to Wawasan Nusantara - The resource dimension the role of offshore natural resources in shaping the New Order's geopolitical interest in the maritime territory - Wawasan Nusantara and its relationship with geopolitical thinking in Indonesia - Indonesia's maritime territorial behaviour in retrospect. Microfiche. sTakashi ShiraishiThis paper traces the evolution of technocracy in Indonesia, while asking how to explain the changing effectiveness of the economic team of ministers from the early Suharto era to the current era under President Susilo Bambang Yudhoyono in the economic policy decision making. The paper argues that the technocracy nurtured by the New Order was cohesive and effective in part because of its shared academic background and technical expertise and in part because of its adherence to the three principles of balanced budget, open capital account, and pegged exchange rate system and its ability to serve as Soeharto's right arm in formulating and executing national development policies. In the late Soeharto era, however, these academic technocrats faced increasing challenges from engineers entrenched in the government agencies such as the Ministry of Industry, the Investment Coordination Agency and the BPPT Agency for the Assessment and Application of Technology. Technocrats who, in alliance with the IMF, attempted to use the Asian crisis to force structural reforms on Indonesia found themselves shut out by Soeharto. The transitional governments led by Habibie, Abdurrahman Wahid, and Megawati sought institutional and political alternatives to the discredited technocratic economic policy-making process. These alternatives ranged from putting technocrats in touch with other key players in Indonesia's economy and politics such as businessmen, the mass media, emerging politicians and future technocrats to the outright bypassing of technocracy to the empowerment of MOF for the sake of macroeconomic stability at the expense of BAPPENAS and long-term national planning. With the enactment of a series of laws governing the BI, government finance, and national development planning as well as constitutional revisions, however, a new institutional framework is now in place. This new institutional framework will go a long way toward upholding the mid-term and long-term economic rat
- Setiap negara di dunia memliki tujuan serta kepentingannya masing-masing secara nasional termasuk Indonesia. Untuk mencapainya, diperlukan cara yang sering disebut politik yang terkait langsung dengan negara bersangkutan dan kekuasaan di dalamnya. Penerapan politik terkait langsung dengan negara dan kekuasaan. Selain itu terdapat pula pengambilan keputusan, kebijaksanaan, serta pembagian atau alokasi. Terkait politik luar negerinya, Indonesia menganut bebas dan aktif. Baca juga Pengertian Bela Negara dan Perwujudannya dalam Berbagai Aspek Kehidupan Baca juga Tolak Peluru Pengertian, Gaya, dan Cara Memegang Peluru yang Benar Lalu, apa itu politik bebas aktif? 1. Politik Bebas Aktif Setiap negara memiliki pandangan politik yang berbeda-beda termasuk Indonesia. Politik negara Indonesia berkesinambungan dengan dasar negaranya yaitu Pancasila. Secara teknis, politik luar negeri Indonesia adalah bebas aktif. Menurut Buku Pendidikan Kewarganegaraan Kelas 6 SD/MI bahwa bebas diartikan bebas dalam menentukan sikap dengan dunia internasional dan tidak memihak salah satu blok. Selain itu Indonesia juga bebas dalam menempuh caranya sendiri dalam menangani masalah yang sedang melanda di dalam maupun di luar negeri. Sedangkan aktif artinya turut dalam memperjuangkan terciptanya perdamaian dunia. Politik yang dipilih Indonesia tersebut memiliki tujuan yaitu a. Mewujudkan masyarakat adil, makmur, dan demokratis dalam NKRI. b. Membina persahabatan antarnegara di dunia. c. Menjalin kerjasama antarnegara dalam bidang ekonomi, sosial budaya, dan IPTEK. d. Mempertahankan kemerdekaan. Kemudian apa yang mendasari politik bebas-aktif yang dianut oleh negara Indonesia? 2. Dasar Pelaksanaan Politik Luar Negeri Indonesia Dasar pelaksanaan politik luar negeri Indonesia yaitu a. Pancasiala sebagai landasan. b. UUD 1945 dan amandemennya. Landasan konstitusional Indonesia adalah UUD 1945 dan terkait politik luar negeri bebas aktif juga tertuang di dalamnya yaitu - Pada Pembukaan UUD 1945 alinea pertama yang berbunyi "....kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa". - Alinea keempat yang berbunyi "....ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial." - Pasal 11 ayat 1 yang berbunyi "Presiden....membuat perdamaian dan perjanjian dengan negara lain." - Pasal 13 ayat 1 berbunyi "Presiden menerima penempatan duta negara lain." Setelah mengetahui dasar pelaksanannya maka apa peranan politik luar negeri Indonesia? 3. Peranan Politik Luar Negeri a. Peran Diplomatik Duta besar merupakan salah satu peranan penting dalam membuka sebuah hubungan dengan negara lain serta politik luar negeri termasuk Indonesia. Baca juga Iman kepada Malaikat Pengertian, Nama-nama, Tugas, dan Sifatnya Duta besar yang ditunjuk oleh presiden akan ditugasikan di Kedutaan Besar Republik Indonesia KBRI di suatu negara. Selain duta besar terdapat pula pejabat perwakilan dipolomatik yang ditempatkan di organisasi internasional. Fungsi dan tugas dari duta besar dan perwakilan diplomatik adalah Fungsi - Mewakili negara Indonesia di negara tempat tugas. - Mengemban kepentingan negara Indonesia serta WNI di negara tempat tugas. - Mengadakan persetujuan dengan pemerintah tempat tugas dan kerja sama kedua negara. Tugas - Mewakili negara Indonesia dalam hubungan bilateral. - Melindungi WNI di negara tempat bertugas dan meningkatkan hubungan internasional. b. Peranan Indonesia dalam Percaturan Internasional Indonesia telah melakukan upaya untuk mewujudkan politik yang bebas-aktif seperti mengadakan Konferensi Asia Afrika KAA dan menjadi anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa PBB. Selain itu, Indonesia juga memprakrasai dalam lahirnya gerakan Non-Blok GNB. - Konferensi Asia Afrika Presiden Kim Il Sung melakukan kunjungan balasan ke Indonesia dalam rangka acara memperingati HUT ke-10 Konferensi Asia Afrika pertama yang akan dilaksanakan di Bandung, Indonesia. Dokumen Kedubes Republik Rakyat Demokratik Korea Konferensi ini didasari adanya perseteruan antara Blok Barat yang dipimipin Amerika Serikat dan Blok Timur oleh Uni Soviet Rusia sekarang. Perseturuan tersebut mendorong negara-negara berkembang untuk membantu kedua blok tersebut dan lahirlah Konferensi Asia Afrika. Konferensi dilaksanakan pada tanggal 18-24 April 1955 di Bandung dan dibuka oleh Presiden Soekarno. Pada saat konferensi terpilihlah Ali Sastroamijoyo sebagai ketua dan Menteri Luar Negeri RI saat itu, Roeslan Abdul Gani didapuk sekretaris. Pertemuan tersebut menghasilkan sebuah rumusan yang disebut "Dasasila Bandung". Sedangkan manfaat dari adanya KAA yaitu 1. Mengobarkan semangat negara-negara kawasan Asia-Afrika untuk lepas dari penjajahan. 2. Mengurangi ketegangan dunia. 3. Mengupayakan penghapusan politik Apartheid di Afrika Selatan. Untuk pesertanya dihadiri oleh 29 negara. - Perserikatan Bangsa Bangsa PBB Indonesia masuk menjadi anggota PBB pada 27 September 1950. Peranan Indonesia yang paling mencolok adalah mengirim pasukan Garuda ke luar negeri dalam rangka memelihara perdamaian dunia. Menlu RI Retno Marsudi saat menyampaikan pernyataan dalam Debat Umum Sidang Pleno ke-67, Sidang Majelis Umum PBB yang berlangsung di Markas PBB, New York, AS, Kamis 20/05/2020. Foto Humas Kemlu Baca juga Pengertian Interval Lagu Lengkap dengan Urutan Tangga Nada dan Ciri-ciri Bunyinya Namun Indonesia pernah keluar dari PBB akibat konfrontasi dengan Malaysia dan kembali lagi pada 28 Desember 1966. Selain itu Indonesia juga pernah ditunjuk untuk menjadi Ketua Majelis Umum PBB tahun 1974. - Organisasi Negara-Negara Non-Blok Organisasi ini terbentuk oleh negara-negara yang tidak tergabung di dalam Blok Barat atau Timur. Tokoh-tokoh yang memprakarsai yaitu Suasana konferensi dan gambar pemrakarsa Gerakan Non-Blok. Tangkapan layar dari Arsip RI 1. Ir Soekarno Indonesia 2. Josep Broz Tito Yugoslavia 3. Gamal Abdul Naser Mesir 4. Pandit Jawaharlal Nehru India 5. Kwame Nkrumah Ghana Konferensi pertama kali dilaksanakan di Beograd, Yugoslavia pada tahun 1961 dan dihadiri oleh 23 negara. Hasil keputusannya dikenal dengan Deklarasi Beograd. Indonesia juga pernah menjadi tuan rumah di Jakarta pada September, 1992 dan dihadiri oleh 108 negara. Liestyo Poerwoto Artikel lain terkait Materi Sekolah