ArinyOktaviany M.Psi., Psikolog, dari Yayasan Pulih, menjelaskan bahwa dukacita adalah respons normal yang terjadi secara alami sebagai akibat dari kehilangan orang terdekat. "Respons yang diberikan setiap individu bisa berbeda. Namun, reaksi awal umumnya sama, yaitu terkejut, sedih, merasa kosong, kecewa, dan tidak berdaya," jelas Ariny.
Untungmereka semua menyayangiku. Bahkan mereka sering berebut untuk menggendongku. Aku seperti mainan kecil langka yang disayang. Bapak kandungku sebenarnya tinggal di kampung sebelah. Miris, tidak pernah lagi menampakkan batang hidungnya sejak menyerahkanku pada Bu Bidan. Entah rasa kebapakannya telah luntur, entah situasi yang tidak mengizinkan.
Taktahulah apa yang ada dipikiran mereka. Mungkin mereka tidak kasihan dengan orang tua yang membiayai sekolah mereka. Mungkin juga orang tua mereka kaya raya jadi tak perlu lah merasa kasihan kepada orang tua. Tapi bukankah kedua orang tua akan lebih senang seandainya anak yang mereka bangga-banggakan itu berada pada jalan yang diridhoi Allah.
REPUBLIKACO.ID, JAKARTA -- Artis teater Amanda Kloots tahu betul rasanya kehilangan orang yang disayang akibat Covid-19. Suaminya, Nick Cordero sempat berjuang hidup di unit perawatan intensif (ICU) setelah terkena penyakit infeksi virus corona tipe baru, SARS-CoV-2 tersebut.
CerpenAgus Noor (Kompas, 23 Juli 2017) Ada yang tak disampaikan ketika ia masuk penjara: mesti menyiapkan banyak lelucon. Setidaknya makin disayang para sipir penjara, kata Mas Unas, mantan ketua sebuah partai. Mas Unas tetap merasa dirinya hanya dikorbankan. "Saya tak bersalah. Terbukti saya tidak menerima satu rupiah pun, sebab yang
Akuselalu berdoa kepada Tuhan semoga orang yang ingin dekat dan berkenalan denganku bisa memahami keterbatasan ini. Aku trauma untuk bicara karena di masa kecil aku kehilangan sosok orang yang aku cintai, yaitu seorang ibu yang namanya juga sama seperti dia. Ibuku adalah Putri. Bantul, 30 Juli. Cerpen Karangan: Adnanbercerita
KumpulanCerpen Sedih Terbaik Cerpen Sedih - Tersenyumlah Untukku Aku Dikenal sebagai siswi yg Berprestasi dan Ceria, aku selalu ceria dengan di temani Sahabat2ku dan juga Pacarku. Sahabatku yang bernama Sari, Cyntia dan Farhan. Pacarku Bernama Fino. ***di sekolah aku diantar oleh Supir pribadi ku***
Bahkanketika seseorang sulit melupakan orang yang dia sayangi, hingga ada salah satu diantaranya yang mengekpresikannya dengan cara enggan berpisah dari mereka yang disayang. Padahal orang tersebut sudah lama meninggal. Contoh kasus aneh seperti ini dapat kita jumpai pada seorang lelaki yang berasal dari Vietnam, namanya Le Van.
Akumenangis di samping suamiku selama 95 hari menonton apa yang Covid-19 lakukan pada orang yang kucintai," ujar Kloots. Bagi Kloots, virus corona adalah sesuatu yang perlu ditakui, setelah melihat orang yang paling dicintai meninggal karenanya. Dia mencela Trump karena tidak menunjukkan empati terhadap semua nyawa yang hilang. "Dia malah
Ahmadnamanya. Dalam remang-remang kenangan waktu sekolah dasar pertama kali aku kenal dia. Ahmad orang pertama yang menyapaku di bangkunya. Ketika aku nakal masuk ke ruangan kelas empat tempat ayahku mengajar. Menyisir satu persatu barisan bangku. Sebagai anak kecil itulah hobiku dulu. Menguntit Ayah ke sekolah. Mengikuti langkahnya menuju kelas.
b1q4fq. Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas. Hari ini Selasa 05 Mei 2020, sembari menunggu imsyak, saya membaca notifikasi di laman Facebook saya. Salah seorang sahabat saya berulang tahun hari ini. Lalu? apa yang aneh? toh semua orang berulang tahun? sebenarnya tidak ada yang aneh kalau saja orang ini masih seberapa spesialnya sahabatku ini. Jawabanku tentunya sangat spesial, dia merupakan sahabat yang biasanya ku jadikan tempat untuk bercerita dan berkeluh kesah. Bahkan sebelum meninggal, saya masih sempat berjumpa serta canda tawa dengan sahabat ku ini, selain itu ada sebuah cerita yang masih membekas diingatkanku. Pada suatu pagi di akhir bulan Januari 2020, dimana waktu itu merupakan hari pertama saya kembali bekerja di tempat kerjaku di Depok setelah hampir tiga bulan cuti dan memilih bekerja di kampung sendiri di Ciamis. Sebelum bekerja, seperti biasa sembari ngopi dan mainan hp mengecek satu persatu aplikasi yang ada selain tentunya berita- berita mengenai sepak bola yang menjadi favoritku sedari kecil hingga pandanganku beralih ke aplikasi WhatsApp WA, menscrol beberapa WA Story yang ada di kontak. Namun, seketika mataku terperanjat setelah melihat salah satu sahabatku dari kecil dirawat di sebuah rumah sakit di saya membalas WA story sahabatku itu dengan rasa ingin tahu yang begitu mendalam. Sebelumnya memang saya sudah mengetahui bahwa dia memang sedang sakit."Man, dirawat," tanyaku penasaran. "Iya nih, sekarang dirawat di Rumah Sakit...," balasnya, saya berfikir itu istrinya yang membalasSayangnya aku tak sempat membalas kembali, untuk sekedar mengucapkan, "semoga lekas sembuh," karena waktu itu aku sudah ditunggu seorang rekan kerja untuk segera memulai pekerjaan di hari itu dan HP pun saya taruh di loker, karena memang tak terbiasa membawa HP dikala biasa aku bekerja dengan normal-normal saja tanpa beban pikiran, meskipun terkadang terngiang dalam pikiranku tentang sahabatku yang sedang berbaring di Rumah Sakit. 1 2 3 4 5 Lihat Cerpen Selengkapnya
KEHILANGAN Kau tau, hampir semua orang pernah kehilangan. Ada yang kehilangan sebagian tubuhnya, kehilangan kasih sayang orang tua, kehilangan pekerjaan, kehilangan benda-benda berharga, kehilangan sahabat maupun kekasih. Dalam ukuran tertentu, kehilangan yang dialami orang lain mungkin jauh lebih menyakitkan. Tetapi kita tidak sedang membicarakan ukuran relatif kurang atau lebih, karena semua yang namanya kehilangan itu menyakitkan. Elsya Aulia mahasiswa yang merantau dari Bogor ke Yogyakarta untuk melanjutkan pendidikan di Universitas Gajah Mada UGM mengambil jurusan Geologi. Tidak ada yang spesial dari kehidupannya. Elsya hanya perempuan biasa, parasnya cantik, kulitnya putih, tingginya 165 cm, Elsya tak suka make up layaknya perempuan seusianya, Elsya lebih suka traveling dan photography. Pergi minum kopi sebelum berangkat kuliah adalah kebiasaan Elsya, duduk di meja no 8 dan mulai menikmati secangkir kopi hangat. Kala itu, bersama takdir yang sangat baik. Elsya dipertemukan dengan seorang pria, pria itu menghampirinya dengan penuh senyuman, seolah-olah telah mengenali Elsya begitu lama. Elsya tak pernah mengenalinya. "Siapa pria ini? Apa dia mengenaliku? Kenapa dia tersenyum padaku?" Elsya bingung. "Apa saya boleh duduk bersamamu?" tanya pria itu. "Boleh" jawabku singkat. Elsya buru-buru menghabiskan kopi pesanannya. Sial!! kopinya masih panas. "Bodo amat, yang penting bisa cepat-cepat pergi" cetusnya dalam hati. "Masih panas jangan diminum, kasian bibirmu" ujar pria itu sambil menyingkirkan kopi itu dari mulutnya. "Tak usah buru-buru, saya tidak akan melakukan macam-macam padamu" sahutnya lagi. Elsya hanya diam dan melihatnya geram. 5 menit berlalu tidak ada satu kata pun yang keluar dari mulut pria itu, Elsya pun masih tetap diam sambil menunggu kopinya agar tidak sepanas tadi. "Elsya" ujar pria itu. Elsya terkejut kenapa pria itu tau namanya. "Elsya Aulia kan?" sahutnya lagi. "Ah ternyata memang benar" ucapnya sambil senyum dan mulai menyeruput kopi hangatnya. "Kenapa kamu tau namaku?" "apa kita pernah bertemu sebelumnya?" "apa kita pernah saling mengenal?" Saking penasarannya, banyak sekali pertanyaan yang ditanyakan oleh Elsya. Pria itu malah tersenyum dan memandang Elsya cukup lama. Padahal Elsya sangat menunggu jawaban itu. "Kita dulu pernah satu sekolah. Kamu mungkin tidak ingat, tapi saya ingat karena dari dulu saya menyukaimu hingga sekarang. Maaf telah membuatmu terkejut hari ini, tapi ini sungguhan. Saya tidak pernah menyukai perempuan lain selain dirimu Elsya" ucapnya panjang lebar. Pernyataan pria ini makin membuat Elsya kebingungan. Elsya tak mengenali sosok pria yang ada di depannya ini, Elsya mencoba mengingatnya tapi percuma Elsya tak mengingat apapun, apalagi memori tentang pria yang ada di depannya. Elsya terlihat kebingungan. "Elsya dulu waktu SMA kita pernah satu sekolah, kita memang tak pernah satu kelas, tpi dulu kamu pernah membantuku." ujar pria itu. "Membantu apa?" tanya Elsya. "Saat itu tanganku berdarah, aku pergi ke UKS tapi tidak ada yang bersedia membantu, tapi kamu dengan ikhlas mau membantuku, padahal kamu bukan penjaga UKS hari itu. Kamu baik, kamu cantik, kamu pintar, aku suka" Jelasnya. Saat itu juga Elsya ingat "Ohh iya, aku mengingatnya, waktu itu kamu nangis sambil pegang tangan kamu yang berdarah" sahut Elsya semangat. "Hahaha iya itu dulu Elsya, namaku Reza Pradana" memperkenalkan diri. " Namaku Elsya Aulia, kamu sudah tau sebelumnya" jawab Elsya. Kala itu Elsya dan Reza menjadi teman baik. Bertukar cerita tentang traveling, photography serta bisnis. Elsya dan Reza sering bertemu di sela-sela kuliah, menghabiskan waktu berdua di hari weekend. Banyak yang dilakukan hari itu, makan bareng, nonton film bareng, dan pergi ke tempat-tempat yang cukup unik. Layaknya dua insan yang sedang kasmaran, kemana-mana selalu barengan, satu hari tak bertemu pun sudah rindu haha. Elsya tak menyangka kalau dirinya telah jatuh pada Reza. Karena terbiasa berteman,bertemu,berbagi suka duka dan menjadi pendengar yang baik, kemudian rasa suka itu ada karena Elsya percaya, Reza adalah sosok yang luar biasa. Sosok yang selama ini Elsya cari. "Reza aku menyukaimu" suaranya lembut. Begitulah takdir, kalau memang saatnya, ada saja cara yang Tuhan berikan. Aku beruntung bisa bertemu dengan sosok pria yang baik, mau mengerti, tak egois, namun tegas. Reza mungkinkah kamu pria yang di janjikan Tuhan untuk menjagaku, mendampingiku, menuntunku ke jalan yang lebih benar? Aku berharap "iya". Elsya dan Reza menjalankan hubungan ini begitu santai, namun yakin akan sampai pada tujuan. Terlebih lagi kedua orang tua mereka menyetujui hubungan ini. Mereka merasa dunia sedang berpihak pada mereka. Indah sekali. Tidak pernah rasanya tidak jatuh cinta padanya setiap hari. Reza berbeda dengan pria yang lainnya. Ada saja setiap harinya yang membuatku tidak bosan mencintainya. Reza aku harap kamu selamanya seperti ini. 'Tidak ada yang lebih indah selain dua orang yang bertemu karena saling menemukan, sama-sama berhenti karena telah selesai mencari, tak ada yang pergi sebab tahu sulitnya mencari' Inilah yang selalu aku dan reza tanamkan. Hingga suatu hari di dalam perasaan yang semakin yakin tentang sebuah pilihan masa depan. Aku dan Reza mulai membahas tentang pernikahan, mulai dari biaya pernikahan yang harus di tabung, rumah yang harus dicicil dan usaha yang harus dibangun. Pernah suatu hari Elsya bermimpi tentang Reza. Reza meninggalkannya tanpa sepatah katapun, Elsya mulai khawatir akan mimpinya, Elsya takut ini akan terjadi. Namun, Reza selalu meyakinkannya. Bahwa dia tidak akan berkhianat ataupun meninggalkan Elsya. Reza selalu meyakinkannya dengan hal-hal yang sederhana yang bisa dia lakukan. Tapi entahlah, semakin Reza menunjukannya, Elsya semakin merasa takut kehilangan. Sampailah pada waktu kami jarang bertemu. Kami sibuk dengan kesibukan masing-masing. Tapi kami juga masih memberi kabar setiap hari. Kami mengerti satu sama lain, kami paham betul dengan kesibukan kami masing-masing. Kami hanya bertemu melalui video call setiap harinya. Hingga akhirnya Reza memberiku sebuah trip ke Banyuwangi, sebagai pelepas lelah dan penat pada saat itu. Bahagianya punya seseorang yang sangat mengerti. Tuhan terima kasih telah menghadirkanya untukku. Aku merasa menjadi salah satu wanita yang beruntung di dunia ini. Satu minggu sebelum pergi ke Banyuwangi. Reza memintaku untuk menemaninya nonton pertandingan bola di GBK, sedikit dipaksa karena aku memang tak begitu suka menonton bola. Tapi demi Reza aku nonton bola untuk yang pertama kalinya. Waktu terus berjalan, hingga hampir tiba saatnya pergi liburan ke Banyuwangi, anehnya perasaan ini tidak yakin ingin pergi, rasanya takut. Entah apa yang di takuti, tapi tetap saja rasanya takut. Reza meyakinkanku bahwa tidak akan terjadi apapun, semuanya akan berujung indah. Sebelum berangkat liburan, aku dan Reza berbelanja kebutuhan dulu untuk keperluan kita nanti di sana. Aku dan Reza berbelanja makanan, baju, dan kebutuhan lainnya. Sampailah di detik-detik aku dan Reza pergi liburan bersama. Aku dan Reza telah bertekad bertemu langsung di bandara. Di jam WIB aku sampai di Terminal 2 Soeta dan menunggu kedatangannya. Jam dia memberiku kabar "iya sayang, bentar lagi aku sampai, tunggu aku". Kemudian hilang, aku masih mencoba tenang, karena aku berfikir dia pasti mampir ke Mushola untuk menunaikan solat subuh. Mencoba tenang dan yakin dia akan sampai sebentar lagi. Itu yang selalu aku fikirkan. Jam aku gelisah tidak karuan, "kemana Reza kenapa belum sampai?" Ucapnya. Aku merasakan hal yang tidak baik, hati ini semakin gelisah, handphonenya tidak aktif sulit di hubungi. Aku mulai mencarinya ke semua orang. "Reza kamu dimana" sambil menahan tangis. Saat itu aku tidak bisa berbuat apa-apa, hanya bisa berlari, menangis, dan berteriak. Setelah 6 jam tak kunjung menemukan kabar tentang Reza. Aku pun pasrah, hampir menyerah. Hingga akhirnya, aku mendapat kabar bahwa Reza telah mengalami kecelakaan saat menuju bandara. Langsung seketika hati ini rubuh seakan-akan tersambar petir yang dahsyat. Mencoba mengendalikan diri, menguatkan hati dan pikiran. Aku yakin Reza baik-baik saja. Aku menemui Reza di Rumah sakit, aku yakin dia pasti ada di IGD tapi ternyata... Ruang jenazah yang dingin, dibalut kain putih, sekujur tubuh yang kaku, suasana yang sunyi, Reza kini ada di sana. Sesak rasanya, seperti ada lubang besar yang tiba-tiba terbuka dalam diri ini. Ingin sekali berteriak, tapi sesak. Sakit Ya Tuhan. Hancur lebur. Seperti tersambar petir disaat cuaca sedang baik-baik saja, seperti bunga yang di petik ketika mekar, seperti jantung yang diambil secara paksa. Sesak rasanya melihat dia pergi untuk selama-lamanya. "Ya tuhan, apa salahku?" "Mengapa begitu cepat kau ambil bahagiaku?" "Kembalikan dia Ya Tuhan" Hingga akhirnya aku melihat dia, memandanginya begitu lama dan berbisik "Kenapa pergi disaat belum menepati janji? Yuk ikut aku pulang, aku sudah jemput kamu, tapi kamu bangun dulu ya?" "Ayo bangun Reza". Aku terus memohon, padahal aku tau sampai kapan pun Reza tidak akan bangun kembali. Hari itu aku melihat wajahnya yang indah. Tampan sekali. Aku akan menemanimu sampai tubuhmu ditutupi tanah sayang. Aku akan menemanimu hingga akhir sebelum besoknya aku menjadi orang gila karena kehilanganmu. Di hari kedua tanpamu, sakit rasanya menyadari bahwa kamu tidak akan pernah kembali di sampingku, hidup ini mendadak berubah tanpamu Reza. Banyak pertanyaanku yang belum kamu jawab. Aku kehilangan arah tanpamu Reza. Tidak ada yang baik-baik saja. Dari dua hati yang pernah bahagia bersama, lalu berpisah karena berbagai hal mau tak mau harus diterima. Berbulan-bulan aku masih bergelut dengan takdir, menanyakan ketidakadilan yang terjadi. Tapi aku sadar semuanya tidak akan kembali seperti dulu. Reza pasti marah melihatku yang rapuh seperti ini, Reza tau aku wanita yang kuat. Sampailah pada waktu aku bisa merelakan tapi belum sampai tahap mengikhlaskan. Aku mulai mencoba mengikhlaskan dia. Aku mencoba tersenyum bahagia. Reza pasti sudah tenang di sana. Aku tidak boleh sedih lagi. Masih ada masa depan yang harus diperjuangkan, banyak masa depan cerah yang sedang menunggu untuk digapai. Terima kasih untuk kamu yang pernah membagi kisah denganku, berbagi canda dan tawa di setiap waktu, hal itu yang selalu membuatku mengingat sosokmu lagi. Bahkan sampai saat ini pun aku merasa kamu masih ada di dunia ini. Tuhan mentakdirkan kita sesingkat ini Reza. Tapi, aku tetap bersyukur karena telah mengenalmu. Kita tak lagi di beri kesempatan untuk saling bertemu lagi. Aku, kamu bisa apa. Jika kala itu takdir Tuhan telah memanggilmu untuk pergi selamanya, meninggalkanku, orangtuamu, sahabatmu, dari dunia yang fana ini. Rasanya sedih sekali bahwa hatiku masih tertuju padamu yang pasti tidak akan pernah menemuiku lagi. Aku senang menjadi wanita yang menemani di akhir hidupnya. Reza sosok yang luar biasa bagiku, selalu ingin menjadi yang terbaik dalam setiap hal yang bisa dia lakukan. Aku akan tetap menjalankan hidup tanpamu Reza. Terima kasih telah memilihku kala itu, ternyata aku cukup kuat kehilanganmu. Tuhan selalu punya alasan terhadap hal apapun yang terjadi. Termasuk antara kau dan aku. Ini mungkin yang dikatakan bahagia sesungguhnya, bahagia ketika terlepas dari hal yang selama ini menyesakan dada dan membuat terpuruk terus menerus. Akhirnya aku menemukan jalan damai itu, berdamai dengan masa lalu dan diri sendiri. Semua orang akan pergi, hanya saja waktunya yang berbeda. Reza sudah bahagia disana. Tempatnya insyaalloh indah. Terima kasih telah membuat cerita hidup sehebat ini. Al-fatihah.
Cerita tentang kehilangan suami karena virus corona adalah cerita mini atau cerpen pendek dengan judul rinduku sampai di kisah sedih prihal seorang istri dan dua anaknya yang mulai bisa menghapal doa masuk surga dan doa dihindarkan dari api lebih jelasnya tentang cerita mini atau cermin yang yang berjudul rinduku sampai surgaMu disimak saja kisahnya dibawah Rinduku Sampai Surga-Mu Author Islami DiniJalanan yang biasanya ramai, kini tampak atas pepohonan, burung-burung asyik berkicau, seolah menyuarakan pada dunia bahwa mereka sedang bahagia. Sekitarnya terasa lebih damai, polusi tak lagi banyak, tanpa tahu bahwa aku sedang melihat mereka dengan sorot sendu yang teramat hati aku membatin, seandainya kita tidak pergi waktu itu, mungkin kamu masih ada di sini melayang pada kurun waktu satu bulan terakhir.***"Jangan menyerah, ya, Mas. Aku, Adnan, dan Nissa menunggumu," lirihku dengan suara kurasakan sebuah ketakutan besar menghimpit dada saat ini, begitu sesak. Aku berusaha mati-matian menahan bulir air mata yang sudah menggenang. Tidak! Bagaimanapun aku harus kuat."Mas tahu kamu wanita hebat, Lia. Takdir adalah milik Allah. Apapun yang Allah takdirkan, kamu harus tetap jadi wanita hebat. Aku titip anak-anak, ya."Mas Aldo berucap dengan tatapan teduhnya. Seandainya makhluk kecil yang dinamai virus itu tidak menjangkiti tubuhnya , ingin sekali aku memeluk tubuh tegap itu. Namun, jangankan memeluk, mengecup punggung tangannya saja aku tidak bisa."Iya, Mas. Jangan lupa menghubungiku."Bersamaan dengan kalimat terakhir itu, Mas Aldo masuk ke dalam mobil ambulans. Meninggalkan tubuhku sendirian di tepi jalan yang harus menjadi wanita kuat seperti yang Mas Aldo mobil itu lenyap di tikungan jalan, segera aku melangkahkan kaki menuju rumah mungil yang selalu penuh saat ini, aku hanya bisa berdoa dan bertawakkal sepenuhnya untuk kesembuhan Mas Aldo dari Virus Covid yang menjangkit minggu berlalu. Hampir dua kali sehari Mas Aldo meneleponku untuk memberi kabar juga menanyakan keadaan anak-anak. Seperti pemandangan yang kulihat saat ini, di mana kedua anakku-Adnan dan Nissa-sangat bahagia bercengkrama bersama abinya."Abi, Abang udah hafal surat Al-Qiyamah lho. Kalau udah tamat juz dua sembilan, hadiahnya Abang tagih ya, he he."Kudengar Mas Aldo terkekeh pelan di sana. "Iya, Abang. Nanti, Abi titip hadiahnya ke Umi, ya.""Abi, Nissa juga udah hapal doa minta masuk Sulga dan dijauhin dali api nelaka. Tiap habis solat Nissa baca, bial nanti kita sama-sama di Sulga, ya, Abi." Nissa berucap dengan cadel yang belum hilang di usianya yang sudah enam sangat bangga pada Mas Aldo, berkat didikannya, anak-anak kami bisa tumbuh dengan penuh kecintaan akan sabarnya membangunkan anak-anak untuk bangun saat waktu tahajud, membacakan satu ayat setiap habis salat Magrib untuk dihapal, dan mengenalkan anak-anak pada tokoh-tokoh hebat islam. Ah, betapa aku sangat merindukanmu, Mas."Abiii ... kapan pulang? Nissa lindu Abi. Abi lama banget beljuangnya engga pulang-pulang," ucap Nissa dengan lirih, kulihat matanya sedikit belakang mereka berdua, diam-diam aku mengusap sudut mata yang sejak tadi basah."Adek, Abi kan lagi berjuang biar bisa bareng-bareng kita lagi. Adek harus sabar. Orang sabar itu disayang Tuhan. Iya, 'kan, Abi?""Seratus buat Abang. Abi tutup dulu, ya, udah masuk waktu Asar. Buat Nissa, jangan sedih, nanti kita pasti ketemu lagi. Wassalamu'alaikum jagoan dan kesayangan Abi.""Waalaikumussalam warahmatullah, Abi," ucap keduanya lalu menyerahkan handphone melihat layar handphone, tapi sambungannya sudah terputus. Padahal tadi aku dan Mas Aldo baru mengobrol harinya, setelah anak-anak tertidur. Aku memutuskan untuk menelepon kembali Mas Aldo. Rasa rindu ini terasa begitu mencekik hatiku, padahal baru tadi sore aku mendengar kali aku melakukan panggilan, tapi selalu berakhir dengan jawaban operator. Aku melihat jam yang menunjukkan pukul sembilan. Mungkin Mas Aldo sudah tidur, hingga akhirnya aku pun memutuskan untuk aku terbangun karena dering pesan masuk dari Aldo[Assalamu'alaikum penuh duka, kami beritahukan bahwa pasien yang bernama Aldo Rifansyah telah meninggal dunia pada pukul saat .... ]Aku tidak mampu meneruskan membaca pesan itu. Pandanganku memburam oleh air mata. Kali ini aku tidak bisa menahannya lagi."Mas Aldo ... ," gumamku lirih."M-Mas Aldo, a-aku sedang bermimpi, kan," gumamku seraya memukul dada yang terasa tidak ingin seperti ini, bagaimanapun Mas Aldo harus tetap percaya bahwa aku wanita kuat."M-Mas Aldo ... saat aku merindukanmu semalam, apa mungkin kamu sedang berjuang mati-matian, Mas?" aku bermonolog seraya tak henti apapun aku berusaha, kehilangan sosok suami tak pernah menjadi sesuatu yang sederhana."Allah ... Allah ... beri aku keikhlasan."Pandanganku semakin berkunang-kunang, sesak dalam dada tak bisa kuhalau lagi sakitnya. Lalu yang tersisa tinggal kegelapan.***"Umi!" Panggilan Adnan menyentakku dari lamunan. Aku berbalik badan dan melihat anakku yang berumur delapan tahun itu tengah berlari-larian dengan adiknya."Adnan, Nissa, kenapa kejar-kejaran, hum?" Kuajukan pertanyaan saat keduanya sudah ada di berjongkok untuk menyamakan tinggi badan dengan Adnam melirik sekilas ke arah Nissa, juga sebaliknya. "Hei, ada apa dengan jagoan dan kesayangan Umi ini?" tanyaku lagi."Umi jangan melamun terus. Nanti Abang ajakin maen, deh. Biar Umi enggak bosen."Raffa berucap dengan mata teduhnya menatapku sendu, mata yang mengingatkanku akan mata teduh milik Mas Aldo."Umi juga halus banyak senyum, ya. Nanti Nissa janji bakalan bagi pelmen Nissa sama Umi."Aku menatap keduanya haru. Ya Allah, apakah rindu ini telah menggerogoti hatiku begitu dalam? Sampai aku melupakan ada yang masih harus aku bahagiakan?"Iya, Sayang. Umi enggak akan melamun lagi dan akan selalu tersenyum. Umi sayang Bang Adnan sama Nissa, sayaaang banget ...."Aku membawa keduanya dalam dekapan. Menyalurkan perasaan lega karena kehadiran mereka adalah alasan aku tetap aku akan tetap kuat demi jagoan dan kesayangan kita. Doakan kesehatan kami selama wabah covid ini melanda. Aku selalu merindukanmu, semoga di surga kita kembali